Sudah sepantasnya sebagai insan
pendosa yang berusaha untuk mensyukuri nikmat-nikmat Nya dengan hamdalah yang
diiringi dengan sikap kerja keras dalam hidupnya. Hamdalah yang menjadi
peng-indah ucap dan hiasan bibir perlulah diaplikasikan dalam setiap gerak
gerik.
Sebagai seorang anak, tentunya
ibu bapak menjadi salah satu perhiasan dunia. Pun sebaliknya.. tapi yang
menjadi suatu titik tekan agar perhiasan itu kelak menjadi mahkota syurga adalah kelayakan hidupnya seperti isyarat-isyarat ilahi serta dihiasi dengan
ucap kata nabawi.
Alhamdulillah, rasanya bahagia
ketika iedul fitri pada tahun ini saya masih bisa bersalaman untuk meminta maaf
terhadap kedua orang tua saya. Saya pikir dan memang benar adanya, saya
belumlah menjadi anak baik nan sholeh bagi mereka, tapi saya juga tak terlalu
buruk terhadap mereka. Kadang-kadang lisan ini selalu mengeluh dan menolak
ketika seruan ibu terdengar di telinga saya. Kadang saya pun berkata tidak
sopan dengan nada tinggi terhadap bapak dan mamah. Bapak dan mamah itulah
panggilan saya terhapad kedua orang tua saya. Kadang juga bahkan sering, ibu
bosan dengan sikap saya yang selalu berantem dengan adek saya, aril namanya. Oh
iya.. mamah saya namanya Ela Sholeha dan bapak saya M. Cahya Nurdin. Mereka
berdua memang tidak bergelar dengan pendidikan tinggi, tapi dari merekalah saya
belajar kehidupan. Susah senang saya alami bersama mereka. Aaah rasanya saya
ingin menangis jika melihat perjuangan mereka untuk menghidupi kehidupan
keluarga.
Saya memang dilahirkan di
keluarga yang bisa dibilang biasa-biasa saja, baik dalam hal harta maupun
jabatan. Tapi itu semua tak menjadi aib bagi saya. Karena mereka berdua beserta
adik.. itu adalah sebuah harta yang diberikan Allah Swt.
Kini saya duduk di bangku kuliah,
selalu berharap kelak bisa membantu keluarga. Tentang cita dan impian selalu
saya obrolkan terhadap mereka. Satu pinta saya, doa yang dhiasi keridhoan dari
mereka. Agar kelak ucap dari mamah dan bapak itu dituliskan oleh Malaikat
langit nan dikabulkan oleh Penguasa alam.
Liburan kali ini menjadi suatu
perekat emosional keluarga. Terasa lebih dekat dengan mereka, bercanda bersama,
saling cerita dan yang paling penting berbagi cita dan impian. Saya beranjak
dewasa perlulah berpikir ke depan sebagai langkah awal saya agar kelak ketika
menjadi imam keluarga saya bisa menjadi seorang imam yang memang layak diikuti
oleh ma’mumnya dan diberkahi oleh Tuhannya.
Bagi yang membaca tulisan ini, yu
kita sering-sering doakan kedua orang tua kita. Yuu sering-sering kita
intropeksi diri kita, karena kadang-kadang dosa tak terasa selalu ada.
Semoga cita ku dan cita mu bisa
sama sama tercapai dengan kelembutan doa kedua orang tua kita.
No comments:
Post a Comment