MAKALAH TAFSIR MAFATIHUL GHOIB
Diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Mabahis Fi Kutubi Tafsir
Dosen
: Drs. Hamid Sidik, MP.d.I
Oleh
:
HAFIDH
FADHLURROHMAN
MUHAMMAD
HAMZAH SYA’BANI ABDUL JABBAR RUSWENDI SUDIRMAN
PROGRAM SARJANA ILMU QUR’AN DAN
TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PERSATUAN ISLAM BANDUNG
2019 M /1400 H
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat yang
luar biasa kepada kita semua, baik itu nikmat iman maupun nikmat islam,
semuanya wajib kita syukuri dengan segala bentuk ketaatan kita kepada Allah
swt. Allah swt juga memberikan nikmat sehat yang selalu kita terima setiap hari
dan disetiap saat, mudah-mudahan dengan nikmat sehat ini menjadi salah satu
alasan kita untuk tetap semangat dalam mencari ilmu dan juga menyebarkan ilmu
yang telah kita dapat kepada orang lain yang memang wajib kita sampaikan.
Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena kami sadar kami masih dalam
proses belajar yang tetap harus menyempurnakan keilmuan dan wawasan kami. Oleh
karena itu saran atau kritikan yang positif dari para pembaca sangat penulis
harapkan,sehingga penulisan makalah ini menjadi lebih sempurna.
Penulis juga
menyampaikan banyak terimakasih kepada Dosen Drs. Hamid Sidik, MP.d.I selaku dosen mata
kuliah Mabahis Fi Kutubi
Tafsir yang telah memberikan saran dan masukan
nya dalam proses penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya para pembaca yang budiman.
Akhirnya, hanya kepada Allah swt jugalah penulis memohon maaf dan mudah-mudahan
dengan makalah ini memberikan petunjuk-Nya ke jalan yang lurus yang
diridhai-Nya, Aamiin.
Bandung, April 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ 1
DAFTAR ISI...................................................................................................... 2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG............................................................................... 3
B. RUMUSAN
MASALAH........................................................................... 4
C. TUJUAN
PEMBAHASAN........................................................................ 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI
IMAM AR RAZI.................................................................... 5
B.
LATAR BELAKANG PENULISAN TAFSIR............................................ 7
C.
KARAKTERISTIK MAFATIHUL GHOIB................................................ 8
D.
METODE DAN CORAK MAFATIHUL GHOIB....................................... 10
E.
SISTEMATIKA MAFATIHUL GHOIB..................................................... 13
F.
SUMBER PENAFSIRANNYA.................................................................. 13
G.
CONTOH TAFSIR................................................................................... 14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN......................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Berbicara
tentang Al Quran, berarti membahas tentang suatu kitab yang suci nan sakral.
Al-Quran sebagai rahamat linnas wa rahmatal lil ‘alamiin,
menjadikan kitab suci ini sebagai landasan dan huda dalam
menapak jejak kehidupan di dunia ini. Dalam Al-Quran yang menjadi mukjizat
Rasulullah Saw, didalamnya banyak terkandung hikmah dan interpretasi yang
luas, sehingga ketika membaca Al-Quran maka kita akan mendapatkan makna-makna
yang lain ketika kita membacanya lagi. Inilah yang menjadikan Al Quran terasa
nikmat ketika dibaca dan terasa tenang dihati ketika mendengarnya, walaupun
yang mendengarnya itu seorang ‘Ajami yang tidak paham bahasa
Al-Quran.
Dalam
bermua’malah dengan Al-Quran, terkadang kita mendapatkan ayat-ayat yang sulit
untuk dipahami maksudnya. kita memerlukan sebuah perangkat untuk memahami
kandungan Al-Quran, yang kita kenal dengan istilah tafsir. Bahkan sahabat nabi
terkadang masih sulit untuk memahami Al-Quran. Sehingga ketika para sahabat
tidak mengetahui makna atau maksud suatu ayat dalam Al-Quran,
mereka langsung merujuk kepada Rasulullah dan menanyakan hal tersebut.
Sebagai umat Islam yang baik, tentunya
kita tidak pernah luput dalam bersentuhan dengan Al-Quran, setidaknya dengan
senantiasa membacanya. Namun apakah cukup hanya dengan membacanya saja?
tentunya untuk meningkatkan kualitas kita dalam bergaul dengan Al-Quran, dan
untuk merasakan mukjizat Al-Quran lebih dalam lagi, adalah disamping kita
membacanya, kita juga membaca dan menelaah tafsir-tafsir sebagai bayan atau
yang menjelaskan dari Al-Quran itu sendiri.
Salah satu jalan yang harus ditempuh
dalam bergelut dalam dunia tafsir, setidaknya dengan mengetahui pengarang dan
metodologi yang dipakai dalam menginterpretasi Al- Quran. Pada makalah yang
singkat ini, penulis mencoba memaparkan salah satu mufassir terkenal, mufassir
yang keilmuannya tidak ada yang menandingi pada zamannya, dialah Fakhruddin Ar
Razi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi Imam Ar Razi ?
2.
Bagaimana latar belakang penulisan
mafatihul ghoib ?
3.
Bagaimana karakteristik mafatihul ghoib
?
4.
Bagaimana corak dan metode mafatihul
ghoib ?
5.
Bagaimana sistematika mafatihul ghoib ?
6.
Bagaimana sumber penafsirannya ?
7.
Bagaimana
contoh penafsirannya?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui biografi Imam Ar Razi.
2.
Mengetahui latar belakang penulisan
amfatihl ghoib.
3.
Mengetahui karakteristik mafatihul
ghoib.
4.
Mengetahui corak dan metode mafatihul
ghoib.
5.
Mengetahui sistematika mafatihul ghoib.
6.
Mengetahui sumber penafsirannya.
7.
Mengetahui
contoh penafsiran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI IMAM AR RAZI
Nama lengkap
beliau adalah Muḥammad bin ‘Umar bin Ḥusain bin Ḥasan bin ‘Ali Attamimī
Al-Bakhri Al-Rāzi, yang dalam literatur keilmuan klasik kita kenal
dengan nama Fakhruddīn Ar-Rāzi, beliau dilahirkan di Ray, yaitu
sebuah kota yang terletak disebelah tenggara Teheran Iran pada tanggal 15
Ramadhan tahun 544 H/1149 M, kemudian beliau wafat pada bulan syawal, 606
H/1209 M. Beliau mempunyai beberapa nama panggilan seperti Abū ‘Abdillah,
Abū Ma’ali, Abul Fādil, dan Ibnu Khatib Ar-Ray. Beberapa
gelar itu diberikan karna pengetahuaannya yang luas, maka beliau mendapat
berbagai gelar seperti: Khatib ar-Ray, Imām, Syaikhul
Islām dan fakhruddīn.[1] Dia mendapat julukan Khatib ar-Ray karena dia adalah ulama
terkemuka dikota Ray. Dia dijuluki Imām karena menguasai ilmu fiqh dan
ushul fiqh. Dia dipanggil sebagai Syaikhul Islām karena
penguasaaan keilmuannya yang tinggi. Dan dalam bidang tafsir beliau lebih di
kenal dengan nama Fakhruddīn Ar-Rāzi.
Sejak kecil Imām FakhruddīnAr-Rāzi sudah dididik oleh ayahnya sendiri, syikh Dhiyauddīn, ulama
terkemuka pada masanya yang juga dijuluki khatib Ar-Ray, beliau adalah
seoramg tokoh, ulama dan pemikir yang dikagumi oleh masyarakat Ray[2],
disitulah Ar-Rāzi berkembang menjadi orang yang soleh dan pencinta ilmu,
setelah beliau berguru pada ayahnya barulah beliau melakukan perjalanan ke
berbagai kota seperti Khurasan, dimana disana banyak ulama besar yang berasal
dari negri itu seperti ‘Abdullah bin mubārak, Imām Bukhāri, Imām Tirmiżi dan
ulama besar lainnya, Dari Khurasan atau lebih dikenal lagi dengan Bukhara,
beliau melanjutkan perjalanannya ke Irak lalu ke Syam, namun lebih banyak waktunya
digunakan di Khawarzimi untuk belajar memperbanyak ilmunya, kemudian terakhir
beliau berangkat ke sebuah kota di daerah Afganistan untuk belajar mengajar.[3]
Selain sebagai seorang
mufasir, beliau juga seorang pakar fiqh dan ushul fiqh, ilmu kalam, ilmu
kedokteran dan filsafat. Dan ia telah menulis beberapa kitab terkait ilmu
tersebut, dan kitab-kitanya menjadi rujukan banyak ulama-ulama sesudahnya.
Beliau sangat unggul dalam berbagai disiplin ilmu, sehingga banyak orang-orang
yang datang dari belahan penjuru negri untuk meneguk sebagian dari keluasan
ilmu beliau.
Meski pernah menulis karya tafsir
yang sangat terkenal, Ar-Rāzi lebih dikenal sebagai ahli fiqh dan
filsafat. Beberapa karya dibidang filsafatnya ialah Syariḥ al-Isyaraḥ,
yang berisi komentarnya mengenai kitab Al-Isyaraḥ wa At-Tanbihat karya Ibnu
Sina. Sedangkan di bidang ushul fiqh karya besarnya berjudul Al-Maul fi
‘Ilmi Al-Uṣul, yang merangkum empat kitab besar dalam madzhab Syafi’i
dan pendapat para ahli ilmu kalam.
Di masa tuanya, Ar-Razi menetap
di Herat, Afghanistan. Di tempat itu ia membangun masjid, mengajar dan menulis
beberapa kitab hingga ajal menjemput nyawanya pada tahun 606 H/1209 M. Di kota
Herat itu pula jenazah tokoh yang telah menulis tak kurang dari 81 judul kitab
itu dimakamkan.
Dilihat dari karya yng dihasilkan, Fakhruddin
Ar-Razi adalah seorang ulama yang sangat produktif dan memiliki wawasan
yang cukup luas, tidak hanya terbatas pada bidang hukum dan metodologinya,
tetapi juga dalam bidang filsafat, teologi (ilmu kalam), tafsir al-qur’an,
tasawwuf, mantiq dan bahasa arab. Diantara karya yang dimaksud adalah :
1.
Al-Tafsīr al-Kabīr: Mafātih al-Ghaib
2.
Tafsīr al-Fatīnah
3.
Al-Tafsīr al-Shagīr: Asrār al-Tanzīl
wa anwār al-Ta’wīl
4.
Nihāyat al-‘Uqūl
5.
Al-Maṣul fi Ilm uṣul al-Fiqh
6.
Al-Mabāhit al-Masraqiyah
7.
Lubāb al-Isharāt
8.
Al-Maṭālib al-‘Aliyah fi ilm
al-Kalām
9.
Al-Ma’ālim fi uṡul al-Fiqh
10.
Al-Ma’ālim fi uṡul al-Dīn
11.
Tanbīh al-isharah fi al-Uṣul
12.
Al-arba’īn fi uṡul al-Dīn
13.
Sirāj al-Qulūb
14.
Zubdāt al-Afkār wa ‘umdāt al-Nażār
15.
Sharh al-Isharat
16.
Manāqib al-Imām al-Syafi’i
17.
Tafsīr asmaillāh al-Husnā[4]
B.
LATAR BELAKANG PENULISAN TAFSIR
Apabila
dicari di dalam kitab tersebut, tidak ditemui petunjuk yang menyatakan
dinamakan sebagaimana yang tersebut. Bahkan tidak disebut juga di dalam
mukadimahnya dengan nama yang tertentu sebagaimana buku lain. Apabila dikaji
dalam beberapa buah kitab biografi ulama lain terdapat beberapa penyataan
berkaitan kitab ini, diantaranya :
1. Al-Dāwudiberkata
”Tafsīr al-Kabīrini ditulis sebanyak 12 jilid dengan di namakan Fath
al-Ghaibatau Mafātih al-Gaib.[5]
2.
Berkata pula Siddiq Hasan: Kitab
Mafātih al-Ghaib yang dikenali juga sebagaiTafīr al-Kabīr dihasilkan olehFakhr
al-Dīn, Muḥammad bin „Umar al-Rāzi wafat 606H.[6]
Menurut
sebagian ulama, seluru kandungan kita tafsir al-Kabīr al-Musammā mafātih
al-Gaib, itu bukanlah karya otentik dariimām ar-Rāzi yang utuh, karena ia belum sempat menuntaskan
penafsiran 30 juz dari ayat-ayat Al-Quran, seputar hal ini, terdapat beberapa
ulama yang menyebutkan tentang batasan penafsiran ayat Al Quran yang diselesaikan oleh imām
Ar-Rāzi sendiri. Ada yang
mengatakan imām Ar-Rāzi hanya
menyelesaikan tafsirnya sampai surah Al-Anbiyā. Pendapat kedua mengatakan bahwa ar-Rāzi menyelesaikan tafsirnya hingga surah
al-Wāqi‟ah, ada juga yang mengatakan bahwa ar-Rāzi telah menyelesaikan tafsirnya hingga
surah Al-Bayyinah, dengan alasan beliau pernah mengutip ayat 5 dari surah
Al-Bayyinah.[7]
Mengenai
perbedaan pendapat terkait Ar-Rāzi menyelesaikan
tafsirnya atau tidak, Al-Umari menyimpulkan
setelah melakukan penelitian bahwa sebenarnya imām Ar-Rāzi telah menyelesaikan penulisan tafsir 30
juz Al-Quran. Akan tetapi karena kekacauan yang terjadi yan menimpa kota
Khawarizmi, yang diantaranya disebabkan karna adanya serangan yang dilakukan
oleh Tatar 11 tahun setelah Ar-Rāzi meninggal
dunia, maka hilanglah satu juz dari kitab itu. Kekurangan itu kemudian
dilengkapi oleh Syihauddīn Al-Kūby(w. 639. H/1241 H).[8]
C.
KARAKTERISTIK MAFATIHUL GHOIB
Fakhruddin
al-Razi adalah seorang ulama yang menguasai beberapa disiplin ilmu dan sangat
menonjol dalam ilmu-ilmu naqli maupun aqli. Beliau memperoleh popularitas besar
di segala penjuru dunia, dan mempunyai cukup banyak karya. Diantara karyanya
yang terpenting adalah tafsir al-Kabir Mafatihul Ghaib. Kitab tafsir Mafatihul Ghaib terdiri dari delapan jilid besar. Secara utuh kitab
ini berisikan tafsir dari keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an menurut tertib mushaf
Usmani. Dr. Muhammad Husain az-Zahabi mengatakan bahwa kitab tafsir yang
ditulis oleh Fakhruddin al-Razi sangat dihargai oleh para ulama, karena kitab
itu mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab tafsir
lainnya.[9]
Yakni berupa
pembahasan yang luas dalam berbagai ilmu pengetahuan. Namun mengenai proses penulisannya terjadi silang pendapat diantara para ulama,
yaitu:
1.
Mayoritas para
ulama berpendapat bahwa al-Razi tidak sempat menyelesaikan secara sempurna
penulisan kitab tafsir Mafatihul Ghaibnya.
2.
Adapun mengenai
batasan sampai mana al-Razi menyelesaikan tulisannya, juga terjadi perbedaan
pendapat dikalangan ulama, yang meliputi:
a.
Sebagian ulama
mengatakan bahwa al-Razi menyelesaikan penulisan kitab tafsirnya sampai pada
surat al-Anbiya‟. Pendapat ini terdapat keterangannya pada catatan kaki kitab
Kashfu al-Zhunun yang memuat tulisan Sayyid al-Murtada salinan dari syarah
kitab Shifa‟ karya Shihabuddin al-Khawbiy.
b.
Sebagian ulama
berpendapat bahwa al-Razi menulis kitab tafsirnya hanya sampai pada surat
al-Waqi‟ah. Pendapat ini dikuatkan oleh seringnya al-Razi mengutip ayat 24
surat al-Waqi‟ah dalam penafsirannya.
c.
Sebagian ulama
mengemukakan bahwa Fakhruddin al-Razi menyelesaikan penulisan kitab tafsirnya
sampai dengan surat al-Bayyinah. Pendapat ini didasarkan pada penjelasan
al-Razi tentang perihal orang yang menyembah Allah dengan ikhlas ketika
menafsirkan ayat 5 surat al-Bayyinah.
Adapun orang yang menyempurnakan penulisan kitab
tafsir Mafatihul Ghaib, maka menurut
az-Zahabi ada dua pendapat. Pertama, menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
kitabnya Diraru al-Kaminah fi Ayani mengemukakan bahwa yang melanjutkan
penulisan Mafatihul Ghaib adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi Hazmi Maki
Najamuddin al-Makhzumi al-Qamuli (w. 727H). Kedua, menurut penyusun kitab
Kashfu al-Zhunun terjadi mitra kerjasama (musyarakah) antara Najamuddin al-Qamuli
dengan Shihabuddin al-Khawbi.[10]
Adapun mengenai silang pendapat yang terjadi, maka
menurut al-Zahabi yang mengklarifikasikannya dalam Tafsir wa al-Mufassirun
adalah, pendapat yang menyatakan bahwa al-Razi menyelesaikan penulisan tafsirnya
sampai pada surat al-Waqi’ah maka menurut
al-Zahabi itu tidak didukung oleh data yang valid. Sementara tentang pendapat
bahwa al-Razi menyempurnakan penulisan tafsirnya sampai pada surat al-Bayyinah
maka bisa terjadi kemungkinan bahwa al-Razi menulis tafsir surat al-Bayyinah
secara tersendiri atau hanya menafsirkan ayat 5 dari surat al-Bayyinah untuk
menguatkan penafsiran ayat lain.
Terjadi silang pendapat tentang batasan dan siapa
yang melanjutkan penulisan tafsir Mafatihul Ghaib, maka itu adalah pengamatan
dari para ulama yang menyikapinya berbeda-beda.Namun apabila melihat kitab
tafsir Mafatihul Ghaib secara
keseluruhan maka dengan meminjam ungkapan Manna Khalil al-Qattan bahwa pembaca
tidak akan mendapatkan perbedaan metode dan alur pembahasan dalam penulisannya
sehingga tidak dapat membedakan mana yang asli dan mana yang penyempurnaan.
D.
METODE DAN CORAK TAFSIR MAFATIHUL
GHOIB
Fakhruddin al-Razi ketika menafsirkan
ayat-ayat al-Quran seperti dalam tafsirnya, menggunakan metode bi
ra’yi, kemudian tidaklah
menggunakan satu pendekatan penafsiran melainkan memakai berbagai ragam
pendekatan penafsiran. Hal ini dapat dibuktikan dari luasnya
pembahasan dan cakupan isi yang terdapat di dalam tafsirnya. Misalnya dalam
menafsirkan satu masalah atau satu ayat saja, maka al-Razi menguraikan secara
luas dan mendalamdengan menggunakan metode yang beragam.
Secara
umum metodologi tafsir yang digunakan al-Razi dalam kitab tafsir Mafatihul
Ghaib adalah:
1.
Dilihat dari
segi pendekatan, maka kitab Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan metode tafsir bil
al-Rayi (logika)[11]
dibuktikan dengan cara penafsiran dan argumentasi yang digunakan dalam
menjelaskan ayat al-Quran yang banyak menggunakan dalil-dalil aqliyah(alasan
rasional). Dengan demikian, realitas dari Fakhruddin al-Razi menurut para ulama
di kategorikan sebagai pelopor tafsir bil Ra‟yi (rasional) bersama dengan
Zamakhshari dengan kitab Tafsirnya al-Kasysyaf.[12]
2.
Dilihat dari corak penafsirannya, Kitab
Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan pendekatan
tafsir Ilmi, Falsafi dan Adabi wal Ijtima, dengan rincian:
a.
Digunakannya
pendekatan tafsir Ilmi ini dapat dilihat dari banyaknya al-Razi menggunakan
teori ilmu pengetahuan modern untuk mendukung argumentasinya dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Quran, terutama ayat-ayat Qauniyah yang menyangkut masalah
astronomi, sebagaimana yang terlihat ketika al-Razi menafsirkan ayat Qauniyah.
b.
Digunakannya
pendekatan tafsir Falsafi dapat dibuktikan dari banyaknya Fakhruddin al-Razi
mengemukakan pendapat ahli filsafat dan ahli kalam,
serta dipergunakannya pendekatan filsafat dalam menafsirkan ayat al-Quran. Pendekatan Falsafi ini dipergunakan terutama untuk menentang
konsep-konsep pemikiran teologi rasionalis Mutazilah. W. Montgo Mery Watt,
mengatakan bahwa munculnya teologi
Fakhruddin al-Razi dalam beberapa karya diantaranya karya tafsir yang mempunyai
karakteristik, serta menjadi pembeda dari tafsir lain adalah dimasukkan di dalamnya
bahasan teologi dan filsafat dalam
berbagai masalah yang selaras dengansudut pandang teologi Sunni yang berkembang.[13]
c.
Digunakannya
pendekatan
tafsir Adabi dalam tafsir Mafatihul Ghaib dapat dibuktikan dengan banyaknya
Fakhruddin al-Razi menggunakan analisis-analisis kebahasaan dalam menjelaskan
dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an terutama dalam segi Balaghah dan Qawaid
al-Lughahnya. Bahkan dari banyaknya mempergunakan analisis kebahasaan ini dalam
banyak kasus maka al-Razi terlihat kurang memperhatikan hadits-hadits ahad, hal
demikian selain dapat dilihat dari berbagai aktivitas penafsirannya juga dapat
dicermati dari ucapannya sendiri.
3.
Dilihat dari ragam atau bentuk
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, maka kitab Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan bentuk
tafsir Tahlili dan Muqarran, dengan rincian :
a.
Digunakan bentuk tafsir Tahlili dalam kitab tafsir Mafatihul Ghaib dapat dilihat dari
urutan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, yaitu dilakukan secara berurutan menurut kronologi ayat dari setiap
surat sebagaimana yang tertulis dari Mushaf Usmani atau menafsirkan ayat dan
surat secara berurutan mulai dari surat al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas.
Namun demikian patut dicatat, bahwa walaupun al-Razi menafsirkan dengan
menggunakan bentuk tafsir tahlili, namun apabila menafsirkan suatu topik atau persoalan tertentu maka al-Razi juga berusaha mengumpulkan ayat-ayat yang sejenisnya dengan topik atau persoalan yang
ditafsirkan tersebut.
b.
Digunakan
bentuk tafsir Muqarran dalam kitab Tafsir Mafatihul Ghaibini terbukti dari
banyaknya Fakhruddin al-Razi mengemukakan dan membandingkan pendapat ulama dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Pendapat yang dibandingkan tersebut baik yang
berasal dari ulama
mufassir maupun ulama dalam bidang-bidang yang lain, seperti ulama fiqih, ulama
kalam, ulama hadits dan sebagainya. Diantara ulama tafsir yang sering
pendapatnya dinukilkan oleh al-Razi adalah Muqatil bin Sulaiman al-Mawarzi, Abu
Ishaq al-Tha‟labi, Abu Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi, Ibnu Qutaibah, Ibnu Jarir
al-Thabari dan Abu Bakar al-Baqilani. Sedangkan untuk ulama kalam yang sering
beliau nukilkan pendapat mereka adalah Abu Hasan al-Ash‟ari, Abu Muslim
al-Ashfahani, al-Qadi Abdul Jabbar dan Zamakhsyari. Sementara itu masih banyak
lagi ulama dari berbagai latar belakang keilmuan yang beliau nukilkan dan
diperbandingkan oleh Fakhruddin al-Razi ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
Itulah gambaran secara
global berbagai ragam yang digunakan oleh Fakhruddin al-Razi di dalam Tafsir
Mafatihul Ghaib. Keragaman pendekatan yang digunakan tersebut menandakan bahwa
begitu komulatifnya ilmu yang dimiliki oleh al-Razi. Dalam menafsirkan suatu
ayat atau persoalan digunakan sebuah kombinasi pendekatan dengan mengerahkan
segenap kemampuan keilmuannya, sehingga memungkinkan untuk memperoleh konklusi
yang sempurna.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN TAFSIR
Adapun sistematika penulisan Tafsir
ar-Razy, yaitu menyebut nama surat, tempat turunnya,bilangan ayatnya,
perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau
beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya,
sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topic tertentu pada sekumpulan ayat.
Namun ar-Razi tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut
munasabah antara surat.
Setelah itu ar-Razi mulai menjelaskan
masalah dan
jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an
terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan
masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan
qiraat dan lain sebagainya.
Sebelum ia menjelaska suatu ayat,
ar-Razi terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi,
Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah antara nasikh dan mansukh, bahkan
jarh wa ta’dil barulah ia menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiyahnya
dibidang ilmu pengtahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.
F.
SUMBER PENAFSIRANNYA
Kitab tafsir
Mafatihul ghoib tergolong tafsir bi al-rayi atau bil ijtihad, al-dirayah atau
bi al-maqul, karena penafsirannya didasarkana atas sumber ijtihad dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan
kesusastraan, serta teori ilmu pengetahuan. Karena didalam karya ini fakhruddin ar-razi banyak mengemukakan ijtihadnya
mengenai arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran disertai dengan
penukilan dari pendapat-pendapat ulama dan fuqaha. Dalam menafsirkan ayat demi
ayat fakhruddin ar-razy memberika porsi yang terbatas untuk hadis, bahkan
ketika ia memaparkan pendapat para fuqaha terkait perdebatan seputar fiqih
beliau mempaparkannya dan mendebatnya tanpa menjadikan hadis sebagai dasr
pijakan. Ini adalah salah satu kitab tafsir yang komperhensif, karena
menjelaskan seluruh ayat al-Quran, sang pengarang berusaha menangkap substansi
ruh yang terkandung dalan setia ayat al-Quran.[14]
G.
CONTOH TAFSIR
أَلا يَظُنُّ أُولئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ
(4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعالَمِينَ (6(
اعْلَمْ أَنَّهُ تَعَالَى وَبَخَّ هَؤُلَاءِ الْمُطَفِّفِينَ فَقَالَ: أَلا يَظُنُّ أُولئِكَ الَّذِينَ يُطَفِّفُونَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ وَهُوَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ
اعْلَمْ أَنَّهُ تَعَالَى وَبَخَّ هَؤُلَاءِ الْمُطَفِّفِينَ فَقَالَ: أَلا يَظُنُّ أُولئِكَ الَّذِينَ يُطَفِّفُونَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ وَهُوَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ
” Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan, pada suatu hari
yang besar, (yaitu) pada hari (ketika) semua
orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.”
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبَانَ حَدَّثَنَا عِيسَى
بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم { يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ }
قَالَ
يَقُومُ أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْه
Telah menceritakan
kepada kami Ismail bin Abban telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah
menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma,
dari Nabi salallahu’alaihi wa sallam perihal firman Allah pada hari dimana
manusia menghadap Allah semesta alam (Q.S Al-Mutaffifin [83] 4-6), sabda
beliau; mereka dihari itu dalam genangan keringatnya hingga pertengahan kedua
telinganya.
Dalam
jalur periwayatan lain Bukhari juga
meriwayatkan dari Ibrahim bin Mundzir dengan lafadz yang berbeda yaitu :
}يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ{ حَتَّى يَغِيبَ
أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ
Yang artinya hari manusia berdiri untuk Rabb semesta alam
yang salah seorang dari mereka tenggelam
dengan keringatnya sendiri bahkan genangan keringatnya mencapai kedua
telinganya.
Tirmidzi
meriwayatkan dengan redaksi yang berbeda, dari jalur periwayatan Yahya bin
Durusta bin Ziyad dan Hannad bin As-Sariy dengan lafadz “
يَقُومُونَ فِي الرَّشْحِ إِلَى
أَنْصَافِ آذَانِهِمْ “{ يَوْمَ
يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ }”
Yang artinya pada hari
manusia berdiri untuk Rabb semesta alam. Ia berkata: mereka berdiri dalam
keringat hingga mencapai pertengahan telinga mereka.
Begitupun Imam Ahmad
bin Hambal dalam musnadnya, meriwayatkan dengan redaksi yang berbeda dari
imam-imam yang lain (Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Tirmidzi) dengan lafadz :
}يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ}} فِي الرَّشْحِ
إِلَى أَنْصَافِ آذَانِهِمْ
{ فِي
يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Pada hari ketika
manusia bangkit menghadap Rabb semesta Alam" (QS. Muthaffifin; 6) dan ayat
"Yaitu pada hari yang lamanya sebanding dengan lima puluh ribu tahun"
(QS.Assajdah 5), lantas Nabi berkomentar; mereka tenggelam dalam keringat
sehingga menyentuh setengah dari telinga mereka."
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Al-Rāzi, yang dalam
literatur keilmuan klasik kita kenal dengan nama Fakhruddīn Ar-Rāzi, beliau
adalah seorang mufasir juga seorang yang ahli dalam berbagai ilmu. Menurut Imam Al-Rāzi
Kitab
tafsir dengan menggunakan metode argumentasi bil ma’tsur , karena mengurtip dari hadits.
Dalam tafsirnya terlihat berusaha
menangkap makna yang terkandung dalam teks al-Qur’an. Dari hasil analisis kami,
ditinjau dari metode penyusunan kitab tafsir ini adalah metode tahlili yakni suatu
pendekatan tafsir dengan melakukan penafsiran sesuai dengan urutan mushaf
utsmany. Corak yang digunakan dalam tafsir Al-Kabir ini adalah corak Ilmi,
namun Ar-Razi juga menggunakan corak fiqh dan filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Razi Fakhruddin, Tafsir al-Kabir. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990.
Ar-Rāzi Fakhruddīn, kitab Al-Arbain fi uṣul Ad-Dīn, Dār Al-Jīl, thn
2004.
[3]
Sya’bān
Muḥammad Isma’īl, Uṡul Al-Fiqh : Tarīkhuhū wa Rijāluhū, Mekkah : Dār
As-Salām, 1998, hlm.238.
[5]
Al-Dāwudi, Kasyīf al-Zuhūn, madinah, 1999, h. 112
[6]
Siddiq Ḥasān, Abjad Al-„Ulum, kairo 1989, h. 318
[7]
Husain Aż-Żahabi, At-Tafsīr wal Mufassirūn, h. 292
[8]
Abd Mu‟im An-Namīr, Ilmu At-Tafsīr, cet 1, kairo dar kutub al-Miṣri,1985 hlm,
127
[9]
Husain Aż-Żahabi, At-Tafsīr wal Mufassirūn, h. 292
[10]
Muhammad Husain al-Zahabi, 1424 H, Op Cit h. 206
[11]
Al-Shobuni, Pengantar Study al-Qur‟an, Terj. Muhammad Umar dan Muhammad Masna
HS, Bandung, al-Ma‟arif, 1987, h. 227
[12]
M. Hasbi as-Shiddiqie, Pengantar Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Jakarta, Bulan
Bintang, 1989, hal 205.
[13]
W. Montgo Mery Watt, Pengantar Studi Islam, Terj. Taufik Adnan Amal, Jakarta,
Rajawali Press, 1991, hal. 267.
[14]
Mahmud, Mani‟ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode para
tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006)
No comments:
Post a Comment