Zero Waste Sebagai Program Penguatan Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bandung (Analisis DPSIR)
Oleh: Hafidh Fadhlurrohman
1.
Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk menyebabkan timbulan sampah meningkat sementara sarana prasarana pengelolaan sampah terbatas. Hal ini menjadi salah satu permasalahan lingkungan hidup yang menjadi sorotan masyarakat Kabupaten Bandung dan kabupaten / kota yang lain saat ini yaitu sampah yang tidak terkelola. Isu persampahan ini sangat berkait dengan isu lingkungan lainnya seperti tata guna lahan menyangkut keterbatasan lahan untuk dapat dijadikan TPA, isu kualitas udara akibat bau pencemar udara yang dikeluarkan ketika dibakar, isu kualitas air akibat air lindinya (leachate) yang tidak terkelola sehingga mengalir dan meresap ke dalam tanah, juga isu banjir akibat banyaknya sampah yang dibuang ke sungai sehingga menyumbat aliran dan meningkatkan sedimentasi sehingga kapasitas tampung sungai berkurang. (IKIPLHD Kab. Bandung, 2019)
Sumber, jenis dan komposisi sampah yang ditimbulkan dipengaruhi oleh tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya. Semakin maju tingkat ekonomi dan budaya masyarakat maka semakin kompleks pula pengelolaan sampah yang harus dilakukan. Perilaku dan kesadaran masyarakat serta keterbatasan pelayanan pembuangan sampah membuat sebagian toko, bengkel, rumah tangga, hotel, perkantoran dan sumber sampah lainnya melakukan pembuangan sampah pada tempat-tempat yang tidak semestinya seperti sungai, lahan-lahan kosong, di pinggir jalan dan sebagainya. Kejadian ini membuat kondisi yang tidak nyaman dan tidak sehat. Ini lah salah satu bentuk masalah yang ditimbulkan apabila penanganannya terlambat dan tidak sistematis dalam pengelolaan sampah. (KIPLHD Kab. Bandung, 2019)
Artinya pengelolaan sampah menjadi suatu hal yang diperlukan dengan
berbagai kondisi yang ada. Pengelolaan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani
sampah-sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, dikelompokkan
menjadi enam elemen terpisah diantaranya, 1) pengendalian bangkitan (control
of generation), 2) penyimpanan (storage), 3) pengumpulan (collection),
4) pemindahan dan pengangkutan (transfer and transpot), 5) pemrosesan (processing)
dan 6) pembuangan (disposal). (Soekmana, 2010)
Meningkatnya jumlah sampah saat ini disebabkan oleh tingkat populasi
manusia yang berkembang, standar dan gaya hidup yang berubah atau semakin
sejahteranya suatu masyarakat itu akan berdampak pada sampah yang dihasilkan.
Secara nasional diperkirakan hanya 60-70% dari total sampah
perkotaan yang dapat diangkut ke TPA oleh instansi pemerintah yang berwenang
(Damanhuri, 2005). Artinya, banyak sampah yang tidak teroleh dengan baik, dan
pada akhirnya hanya dibiarkan menumpuk di TPA. Lalu bagaimana dengan sampah
30-40% lainnya? Hal inilah yang menyebabkan terjadinya banjir. Tidak dapat
dipungkiri pula bahwa Kabupaten Bandung belum memiliki sistem pengelolaan
sampah yang baik, bahkan untuk mewujudkan zero waste dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari pun tergolong kurang. Padahal penerapan zero waste dalam kehidupan
sehari-hari merupakan hal yang penting. Selain alasan sampah, zero waste pun
perlu dilakukan karena terkait dengan isu pemanasan global, perubahan iklim dan
sebagainya. Masalah sampah memiliki dampak yang besar bagi kehidupan manusia.
Keterbatasan sumber daya alam (non-renewable resources) membuat
setiap orang berpikir bagaimana cara melestarikan sumber daya alam yang ada. Sayangnya, kesadaran masyarakat akan zero waste masih sangat
rendah, dan beberapa warga sekitar tidak
acuh dengan masalah sampah. Padahal, menghindari sampah dalam kehidupan
sehari-hari dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti banjir. Orang
awam mungkin tidak asing dengan istilah “zero waste”. Jadi apa itu zero waste?
Sedangkan zero waste pada dasarnya mengelola sampai tidak ada lagi sampah yang
dihasilkan karena tidak ada aktivitas manusia yang tidak menghasilkan sampah,
konsep zero waste menekankan pada upaya untuk mengurangi jumlah sampah yang
masuk ke TPA menjadi nol. Zero waste sendiri
merupakan konsep daur ulang sampah yang menerapkan prinsip reduksi, reduksi dan
daur ulang dengan mengolah sampah sedekat mungkin dengan sumbernya. Reduce merupakan
upaya untuk mengurangi jumlah sampah yang
tidak terpakai. Reuse adalah upaya untuk mendaur ulang sampah yang tidak terpakai. Dan adalah proses mengubah
sampah menjadi produk lain yang bernilai ekonomi. Tujuan Zero Waste adalah
untuk mengurangi sampah yang tidak terkelola. Zero Waste adalah gerakan yang
bertujuan untuk menilai gaya hidup masyarakat dan menentukan bagaimana konsumsi
mereka akan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Pemerintahan Kabupaten Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup menjadikan
program zero waste sebagai program pengelolaan sampah berbasis
pemberdayaan. Oleh sebab itu, program zero waste menjadi salah satu program
unggulan dalam mengatasi permasalahan sampah yang ada di Kabupaten Bandung.
Isu Persampahan dapat diilusterasikan melalui hubungan causalitas
antara Drive Force, Pressure, State, Impact dan Respone seperti Gambar berikut
2.
Driving Force and Pressure
Driving Force
A.
Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari BPS yang diolah oleh tim analis IKPLHD Kabupaten Bandunng, mencatat bahwa penduduk Kabupaten Bandung dari tahun 2010 hingga 2019 terus mengalami pertumbuhan yang positif. Ini berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak pada meningkatnya timbulan sampah di Kabupaten Bandung, yang akan menambah beban pengelolaan sampah. Gambar berikut ini mengilustrasikan perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2007 hingga tahun 2019. (IKPLHD Kab. Bandung, 2019).
Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat akan berdampak pada
terjadinya perkembangan permukiman yang tidak diikuti oleh kesiapan pengelolaan
lingkungan yang terkontrol. Pembangunan permukiman cenderung dilakukan dengan
kualitas rendah serta kurang terarah, terpadu serta terencana dengan baik. Selain
itu, kelengkapan sarana dan prasarana dasar dalam lingkungan permukiman kurang diperhatikan
secara maksimal. Seperti air bersih, sistem pembuangan sampah, sanitasi, saluran
pembuangan air atau drainase. Salah satu alat indikator dalam menilai atau
mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi sosial ialah
lingkungan permukiman yang sehat. (Nazly dkk, 2020)
Jumlah penduduk yang besar berarti sampah semakin menumpuk. Jumlah
sampah yang sekarang berjumlah ton perhari serta dengan pertumbuhan penduduk
yang cepat menjadi problematika yang sedang dihadapi oleh berbagai negara
termasu di Indonesia lebih spesifik lagi di Kabupaten Bandung yang mengalami
percepatan yang pesat dalam pertumbuhan penduduk. Karena masih banyak
masyarakat yang masih membuang sampah di sembarang tempat dan tidak peduli
terhadap kerusakan lingkungan akibat sampah yang dihasilkan. (Nazly dkk, 2020) Selain
persoalan sampah masih banyak pula faktor-faktor penyebab kerusakan lingkungan
lainnya yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat.
B.
Perubahan Pola Konsumsi
Masyarakat
Peningkatan jumlah penduduk dan perekonomian di Kabupaten Bandung
berimplikasi pada meningkatnya timbulan sampah dan berubahnya komposisi jenis
sampah akibat pola konsumsi yang berubah. Konsumsi mempunyai pengaruh yang
sangat besar terutama terhadap stabilitas perekonomian. Perubahan pola konsumsi
masyarakat dalam perkembangan ekonomi suatu negara
Tabel Rata-rata Pengeluaran per Kapita/Bln Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2017
rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Jawa Barat meningkat dibandingkan
dengan tahun 2016. Pada tahun 2016 rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp
983.877,-, naik cukup signifikan sekitar 12,44 persen di tahun 2017 menjadi
Rp1.103.337,-
Tingkat penghasilan masyarakat akan sangat mempengaruhi pola konsumsi. Semakin tinggi penghasilan masyarakat, maka konsumsi non makanan akan semakin besar proporsinya dibandingkan konsumsi makanan. Berikut ini data yang menggambarkan perubahan persentase konsumsi makanan dan non makanan berdasarkan tingkat penghasilan masyarakat.
Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa semakin tinggi
penghasilan / tingkat kesejahteraan keluarga maka akan semakin kecil persentase
konsumsi berupa makanan dan semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga maka
akan semakin tinggi pula persentase konsumsi non makanannya. Penjelasan ini
bisa juga diilustrasikan pada gambar di bawah ini Mengingat tingkat
pengeluaran/daya beli semakin besar mengindikasikan tingkat kesejahteraan
masyarakat juga semakin besar, dan semakin tinggi tingkat kesejahteraan memperlihatkan
semakin tinggi konsumsi non makanan, maka bisa diambil korelasi bahwa semakin
sejahtera masyarakat, maka komposisi sampah non makanan pun (non organic) akan
semakin meningkat. Atau terjadi perubahan komposisi sampah akibat perubahan
konsumsi masyarakat.
Berdasarkan data BPS tahun 2018, IPM (indeks Pembangunan Manusia)
Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun menunjukkan terjadi peningkatan.
Peningkatan nilai IPM menunjukkan juga terjadi peningkatan kesejahteraan
masyarakat karena salah satu parameter perhitungan IPM adalah parameter tingkat
penghasilan / kapita masyarakat yang berkorelasi dengan tingkat daya beli dan
kesejahteraan masyarakat. Pada tabel berikut ini ditampilkan grafik IPM
Kabupaten Bandung dibandingkan dengan IPM Jawa Barat dari tahun 2010 hingga
2018 yang menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga perubahan ini berpotensi
mengubah pola konsumsi masyarakat yang akan mempengaruhi komposisi sampah
organic dan anorganik secara umum mengalami penurunan dibandingkan hasil studi
tahun 2007. (IKPLHD Kabupaten Bandung, 2019)
Pressure
A.
Peningkatan Timbulan
Sampah Akibat Peningkatan Jumlah Penduduk
Bangkitan
atau timbulan sampah meliputi semua kegiatan membuang sesuatu benda yang
dirasakan oleh pemiliknya sebagai tidak memiliki nilai lagi untuk dipertahankan.
(Soekmana, 2010). Menurut Soekmana (2010) hal yang terpenting dipertimbangkan dalam
kaitan bangkitan sampah yaitu mengidentifikasi sumber-sumber dan tipe sampah dan
mengetahui tingkat bangkitan sampah serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya
hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbunan sampah, jenis, dan
keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap
berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau
kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi
yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.
Dari tahun 2007 hingga tahun 2019 akibat pertambahan penduduk,
sampah yang ditimbulkan juga meningkat. Pada tahun 2018 jumlah timbulan sampah
sebanyak 9547.18 m3/hari. Pada tahun 2019 timbulan sampah naik menjadi 9616.53
m3/hari. Peningkatan timbulan sampah ini berpotensi memperberat beban
pengelolaan sampah bagi Pemerintah Kabupaten Bandung. (IKPLHD Kabupaten
Bandung, 2019)
B.
Persentase Sampah
Anorganik Meningkat
Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan cenderung mengubah pola
konsumsi masyarakat. Perubahan pola konsumsi ini akan berpengaruh terhadap
komposisi sampah yang dihasilkan antara organic dan non organic.
Berdasarkan hasil studi komposisi sampah Kabupaten Bandung tahun
2007 diketahui bahwa komposisi sampah organic masyarakat perkotaan sebesar
57.06% sedangkan persentase sampah organic masyarakat pedesaan mencapai 85.14%.
Masyarakat kota identik dengan masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan
lebih tinggi dengan konsumsi non makanan yang lebih tinggi dibandingkan
masyarakat pedesaan sehingga memiliki persentase sampah an organic lebih besar
daripada masyarakat pedesaan.
Sementara itu berdasarkan hasil studi komposisi sampah Kabupaten
Bandung tahun 2017 diketahui bahwa persentase sampah organic secara umum
mengalami penurunan dibandingkan hasil studi tahun 2007. Pola konsumsi
masyarakat yang berubah akibat peningkatan taraf perekonomian di Kabupaten
Bandung menyebabkan komposisi sampah yang dihasilkannya pun berubah. Terjadi
penurunan % berat sampah yang mudah membusuk / organik dan peningkatan
persentase berat sampah anorganik seperti plastik, kain, logam dan kaca,
seperti pada Tabel dan gambar di atas.
Pola konsumsi masyarakat yang berubah akibat peningkatan taraf
perekonomian di Kabupaten Bandung menyebabkan komposisi sampah yang dihasilkannya
pun berubah.Terjadi penurunan % berat sampah yang mudah membusuk / organik dan
peningkatan persentase berat sampah non organic seperti plastik, kain, logam
dan kaca, seperti pada Tabel dan gambar di atas.Peningkatan sampah an organic
akan meningkatkan resiko pencemaran lingkungan karena sampah an organic lebih
sulit terurai / membutuhkan waktu yang lama untuk terurai. Sampah jenis
plastik, kertas, sulit untuk didegradasi secara alamiah sehingga menambah
tekanan terhadap lingkungan. Namun begitu karena sampah an organic (terutama
kategori sampah daur ulang) masih memiliki nilai ekonomi sehingga diperlukan
upaya-upaya untuk mengatasinya,
C. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Persampahan
Untuk mengangkut sampah dari sumber sampah dan TPS-TPS, pemerintah
Kabupaten Bandung hanya memiliki armada sebanyak 3 buah tronton kapasitas 25
m3, 60 buah dump truck, 5 buah arm roll truck 10 m3, dan 23 buah arm roll truck
lebih kecil dimana masing-masing kapasitasnya adalah 8 m3, 6 m3 serta 73 dump
truk yang bisa memuat sampah 10, 8 dan 6 m3 . Armada-armada tersebut hanya
mampu mengumpulkan sampah dari TPS-TPS di perkotaan sebanyak 908 m3/hari
seperti tertera pada Tabel berikut. Dengan timbulan sampah perkotaan sebesar
5569.19 m3/hari maka kecukupan armada pengumpulan sampah perkotaan Kabupaten
Bandung hanya mencapai 16.30%, dan hanya mampu mengumpulkan 12.23 % dari total
sampah yang ditimbulkan di Kabupaten Bandung.
Keterbatasan sarana dan prasarana di Kabupaten Bandung menjadi
salah satu penyebab sampah tidak terkelola sehingga keterbatasan sarana-dan
prasarana persampahan ini menjadi pressure bagi lingkungan terutama untuk
sampah yang tidak terangkut karena akan berpotensi mengganggu /mencemari
lingkungan. Salah satu masalah persampahan lain yang cukup rumit dalam penyelesaiannya
adalah pengadaan dan pengelolaan fasilitas Tempat Pengolahan Akhir Sampah
(TPAS) yang layak, baik secara teknis maupun non teknis. Keberadaan TPAS selain
dapat menampung timbulan sampah yang dihasilkan juga harus dapat meminimalisasi
bahaya yang mungkin timbul akibat penimbunan sampah tersebut. Namun saat ini,
Kabupaten Bandung tidak memiliki TPAS aktif karena TPAS Babakan telah resmi
ditutup per 30 Juni 2016. Untuk mengatasi tidak adanya TPAS maka untuk
sementara pembuangan sampah dialihkan ke TPAS Sarimukti yang memiliki kapasitas
1,889,638 m3 milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang berada di Kabupaten
Bandung Barat. Berdasarkan data pada Tabel 49 (lampiran), pengelolaan TPAS
Sarimukti masih menggunakan metode Control Landfill TPAS ini akan berakhir pada
tahun 2023 dan untuk selanjutnya pengelolaan sampah akhir akan dilakukan di
TPAS Legok Nangka yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan.
3.
State and Impact
State
A.
Timbulan Sampah Domestik
Timbulan sampah di Kabupaten Bandung tahun 2019 diperkirakan
mencapai 1317.82 Ton/hari. Sampah sebanyak ini dihasilkan 3,561,679 jiwa
penduduknya. Timbulan sampah paling banyak berasal dari Kecamatan Baleendah,
yaitu 687.34 m3/hari yang merupakan 7,15% dari total timbulan sampah Kabupaten
Bandung. Sedangkan timbulan sampah paling sedikit berasal dari Kecamatan
Cilengkrang yaitu 137.53 m3/hari atau 1.43 % dari timbulan total.Berikut ini
timbulan sampah dari berbagai kecamatan di Kabupaten Bandung.
Sampah Kabupaten Bandung didominasi oleh materi organic 51,04%.
Sedangkan sampah anorganik yang bisa dimanfaatkan adalah berupa kertas dan
plastic yang masing masing merupakan 10% dan 17% dari berat sampah total.
Komposisi sampah ini mengalami perubahan dibandingkan komposisi sampah tahun
2007, dimana kandungan sampah organic sebanyak 53%.
B.
Perkiraan Timbulan Sampah
Non Domestik
Selain sampah domestik yang dihasilkan oleh rumah tangga di
Kabupaten Bandung, timbulan sampah non domestik menjadi suatu keadaan yang
kurang baik pengelolaannya di Kabupaten Bandung. Diakses dari IKPLHD Kabupaten
Bandung/(2019) ada beberapa sumber timbulan sampah yang diklasifikasikan dalam
tulisan ini, diantaranya:
1) Terminal, Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Bandung volume limbah padat hasil kegiatan di terminal diperkirakan
mencapai 1,65 m3/hari. Di Kabupaten Bandung, sampah terminal pada umumnya
menyatu dengan sampah pasar yang berada di dekatnya, sehingga timbulan sampah
yang diambil oleh petugas sampah biasanya lebih banyak dari hasil perkiraan
berdasarkan luas lahan terminal.
2) Rumah Sakit, dari informasi DLH Kabupaten Bandung di kegiatan
rumah sakit di Kabupaten bandung dihasilkan sampah padat baik baik sampah
domestic maupun jenis sampah medis. Volume sampah domestic yang ditimbulkan
dari rumah sakit dan puskesmas di Kabupaten bandung setiap harinya diperkirakan
17.1 m3/hari.
3) Hotel dan Restoran, kegiatan hotel dan restoran di Kabupaten
Bandung akan menghasilkan sampah domestic dari kegiatan operasionalnya.
Berdasarkan data DLH 2019, setiap harinya kegiatan hotel ini diperkirakan
menghasilkan sampah sebanyak 4,261 m3.
4) Wilayah Pelayanan dan Tingkat Pengelolaan Sampah Kabupaten
Bandung, kondisi morfologi daerah Kabupaten Bandung yang berbukit dan datar
serta wilayah yang luas serta keterbatasan sarana prasarana persampahan
menyebabkan adanya keterbatasan wilayah pelayanan angkutan sampah. Berdasarkan
Data DLH tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Bandung baru mampu melayani 25
kecamatan dari 31 kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung, dimana 3 diantaranya
hanya melayani timbulan sampah pasar seperti di Kecamatan Cimaung, Pacet dan
Solokan Jeruk.
Impact
A.
Potensi Penurunan Kualitas
Udara
Membakar sampah adalah
salah satu cara yang masih dilakukan masyarakat dalam mengelola timbulan
sampahnya. Membakar sampah merupakan kegiatan yang mempunyai peranan terjadinya
pencemaran udara. Proses pembakaran sampah walaupun skalanya kecil sangat
berperan dalam menambah jumlah zat pencemar di udara terutama debu dan
hidrokarbon dan CO dikarenakan pembakaran tidak sempurna.
Sebagai gambaran
pembakaran 1 ton sampah akan menghasilkan 30 kg gas karbon monoksida (CO), gas
tersebut jika dihirup akan berikatan sangat kuat dengan haemoglobin darah
sehingga dapat menyebabkan tubuh orang yang menghirup kekurangan oksigen (O2)
dan menimbulkan pingsan bahkan kematian. Pembakaran sampah organik juga akan
menghasilkan gas metana. Membakar potongan kayu akan menghasilkan senyawa
formaldehyde yang mengakibatkan kanker. Sampah organik yang masih agak basah
seperti daun, ranting, batang, sisa sayuran atau buah jika dibakar tidak akan
semua terbakar dan akan menghasilkan partikel-partikel padat yang dapat
beterbangan seperti karbon dan hidro karbon. Satu ton sampah organik akan
menghasilkan 9 kg partikel padat yang mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya
.
B.
Potensi Emisi Gas Rumah
Kaca Penyebab Global Warming
Selain menyebabkan
penurunan kualitas udara, pengelolaan sampah yang kurang baik dapat menyebabkan
emisi Gas Rumah Kaca yang berpengaruh pada pemanasan global sehingga berdampak
pada perubahan iklim. Sampah organik yang tertimbun di dalam tanah (tumpukan s
ampah lain) akan mengalami dekomposisi / penguraian secara anaerobik. Proses
itu akan menghasilkan gas metana (CH4). Sampah yang dibakar juga akan
menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dan CH4. Gas CH4 mempunyai efek terhadap
pemanasan global sebesar 20 kali efek gas CO2.
Gas metana (CH4) terbentuk
karena proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana atau disebut juga
bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak
mengandung bahan organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabila
dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu
proses ini biasa terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang
terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Timbulan sampah di
Kabupaten Bandung yang berjumlah 1317.82 Ton/hari (asumsi timbulan sampah 0.37
kg/kap/hari) berpotensi mengeluarkan GRK masing-masing 315.70 Kg CO2/tahun dan
3,373858.09 Kg CH4/tahun apabila semua sampah dibakar. Potensi terbesar berasal
dari Kecamatan Baleendah mengingat potensi timbulan sampah paling besar berasal
dari sana. Bila materi organik dalam sampah dikomposkan, maka berpotensi
menurunkan emisi CH hingga 99,91% menjadi 2649.26 Kg/tahun.
C.
Potensi Pencemaran Air
Sungai
Selain mencemari air tanah
karena lindi yang dihasilkan dari proses degradasi sampah dari sampah yang
tidak terkelola dan dibuang ke sungai akan memberikan pencemaran akibat adanya
senyawa penyusun sampah yang terlarut atau terurai. Akibat proses ini akan
menambah beban pencemar air permukaan. Bila diasumsikan sebanyak 43.09 % sampah
tidak terkelola (56.91% timbulan sampah sudah terkelola) dan sampah atau
senyawa hasil proses degradasinya memasuki badan air, maka beban pencemar yang
akan menambah beban pencemaran air sungai di Kabupaten Bandung adalah
1.59 Ton BOD/hari, 2.19 Ton COD/hari serta 1.51 Ton TSS/hari.
D.
Potensi Penurunan Kualitas
Air Tanah
Proses pencucian sampah
padat oleh air terutama oleh air hujan merupakan sumber timbulnya pencemaran
air, baik air permukaan maupun air tanah. Akibatnya, berbagai sumber air yang
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari (sumur) di daerah pemukiman banyak yang
telah tercemar yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat kesehatan warga.
E.
Potensi Menyebarnya
Penyakit di Masyarakat
Tempat-tempat penumpukan
sampah merupakan lingkungan yang baik bagi hewan penyebar penyakit misalnya :
lalat, nyamuk, tikus dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Adanya
hewan-hewan penyebar penyakit tersebut menyebabkan penyakit mudah tersebar dan
menjalar ke lingkungan sekitar. Penyakit-penyakit itu misalnya kolera,
disentri, tipus, diare, malaria. Pencemaran udara akibat pembakaran sampah oleh
masyarakat akan meningkatkan partikel-partikel ke udara juga senyawa lainnya
yang ikut diemisikan ke udara. Lebih lanjut akan menyebabkan gangguan
pernafasan seperti ISPA. Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung, ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Kabupaten
Bandung. Diare dan GI pun menjadi 1 dari 10 penyakit dominan yang diderita
masyarakat Kabupaten Bandung. Jumlah penderita 10 penyakit dominan di Kabupaten
Bandung adalah 899.500 pasien dari 1224.052 pasien yang ada. Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, diare merupakan penyakit yang berkaitan
dengan sanitasi pun menjadi bagian dari 10 penyakit dominan yang banyak
diderita oleh masyarakat Kabupaten Bandung.
4.
Response
Menindaklanjuti UU No. 18
/2008 tentang Pengelolaan Sampah maka Pemerintah Kabupaten Bandung terus
melakukan pengelolaan sampah dengan maksimal. Upaya pengelolaan sampah yang
dapat dilakukan adalah dengan cara pengurangan sampah melalui Reuse, Reduce,dan
Recycle (3R) dan penanganan sampah melalui pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan. 3R adalah kegiatan yang memperlakukan
sampah dengan cara, menggunakan kembali, mengurangi dan mendaur ulang sampah
yang dihasilkan.
a. Reuse (menggunakan
kembali) : yaitu penggunaan kembali sampah secara langsung, baik untuk fungsi
yang sama maupun fungsi lain.
b. Reduce(mengurangi) :
yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah.
c. Recycle(mendaurulang) :
yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan
Dengan pemahaman bahwa
produsen sampah utama adalah masyarakat, maka Pemda Kabupaten Bandung
beranggapan bahwa masyarakatlah yang harus bertanggung jawab terhadap sampah
yang mereka produksi (poluters must pay), dimana konsep penanganan sampah
adalah menangani sampah di sumber sampah.Sehingga program yang dilakukan dalam
penanganan sampah di Kabupaten Bandung adalah pengelolaan sampah berbasis
masyarakat yang dimulai dari sumbernya, yaitu dengan mengurangi dan menangani
sampah.
Untuk keberhasilan dari
kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini, Pemerintah Kabupaten
Bandung bertindak sebagai fasilitator, dimana fungsi fasilitator adalah
memfasilitasi masyarakat untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah secara baik
dan berkesinambungan. Jika masyarakat mempunyai kelemahan dibidang teknik
pemilahan dan pengomposan maka tugas fasilitator adalah memberikan kemampuan
masyarakat dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan pelatihan, begitu
juga jika masyarakat lemah dalam hal pendanaan, maka tugas fasilitator adalah membantu
mencari jalan keluar agar masyarakat mampu mendapat pendanaan yang dibutuhkan.
Pada tahun 2019, untuk
mendorong peran serta masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat dengan
mengurangi dan menangani sampah di sumber, maka Pemda Kabupaten Bandung
melanjutkan upaya-upaya yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya dan
membuat inovasi dan rintisan program baru, yaitu:
1. Penguatan Regulasi Pengelolaan Sampah
Berbasis Rumah Tangga
2. Pembuatan Lubang Cerdas Organik
3. Peningkatan jumlah Pembangunan Bank Sampah
4. Kampung Saber ,
5. Pojok Edukasi Bersih (POKASIH) dan Kantong
Berbayar
6. Rintisan RW Zerowaste
7. Rintisan Bank Sampah Tematik (PDU : Pusat
Daur Ulang Sampah
8. Bintek {bimbingan teknis pengelolaan
sampah) (IKPLHD Kabupaten Bandung, 2019)
Dalam beberapa program
yang akan dilaksanakan pemerintah sebagai upaya mengatasi persoalan sampah dii
Kabupaten Bandung, maka dalam tulisan ini program zero waste yang menjadi topik
pembahasan.
Kurangnya
pemahaman masyarakat akan pengelolaan dan pemamfaatan limbah sampah rumah
tangga menjadikannya sesuatu yang tidak memiliki nilai guna, permasalahan
sampah yang makin menumpuk, sehingga pengenalan terhadap pengelolaan serta
pemanfaatan limbah tersebut menjadi suatu produk yang memiliki nilai guna. Dengan
adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi Zero
Waste diharapkan dapat menjadikannya sebagai sarana atau solusi alternatif dari
keberadaan limbah sampah rumah tangga yang melimpah dan belum termanfaatkan
sehingga dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan serta diharapkan mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Zero membuat diperlukan Waste
Lifestyle bukanlah suatu hal yang baru. Banyak negara sudah memulainya sejak
lama. Beberapa negara seperti Amerika, Australia, Swedia, Selandia Baru, dan
beberapa negara Eropa lainnya sudah menerapkan konsep tersebut untuk menjadi
solusi konkret pengelolaan sampah. Di Indonesia kebijakan Zero Waste Lifestyle
belum dicanangkan secara nasional, namun beberapa kota sudah memulainya dalam
bentuk program Zero Waste Cities. Sebagai contoh, di Provinsi Jawa Barat ada 3
kota yang ditargetkan menjadi kota percontohan penerapan konsep Zero Waste
Cities, yaitu Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung. Yang terakhir
adalah kebijakan Provinsi Bali yang menyatakan bahwa mulai tahun 2019 Bali
melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. sehimgga kita bisa memulainya
dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan kita. (Wahyudi, 2021)
Untuk mendukung gerakan 5R
dan menumbuhkan Zero Waste Lifesyle ini perlu adanya kolaborasi dari semua
pihak, baik pemerintah, swasta, dan terutama masyarakat sebagai penyumbang dan
penerima dampak negatif pencemaran. Namun, tanpa harus menunggu kita bisa
menyadari arti penting menjaga lingkungan dengan memulai Zero Waste Lifestyle
dari diri kita dan lingkungan terkecil. (Wahyudi, 2021)
Dari beberapa penjelasan
sebelumnya, maka salah satu solusi yang ditawarkan oleh Pemerintahan Kabupaten
Bandung adalah penerapan zero waste di desa yang ada di Kabupaten Bandung, maka
untuk mencapai hal itu perlu adanya pemahaman, keterampilan dengan mengelola
air limbah rumah tangga dengan prinsip 5R. Singkatan dari Reduce, Reuse,
Recycle. Dan menurut Bea Johnson sebagaimana dikutip Wahyudin (2021) dari
zero waste ada tambahan 2R yakni, Refuse dan Rot.
Penjelasan mengenai 5R
tersebut adalah, 1) Refuse (menolak), menolak barang yang sekiranya akan
menghasilkan sampah. Sebagai contoh dalam belanja barang kita selalu diberikan
kantong plastik untuk menyimpan dan mengumpulkan barang belanjaan, tapi dalam
zero waste kita disarankan untuk membawa kantung belanja dari rumah sendiri
yang ramah lingkungan. 2) Reduce (Mengurangi), sederhananya kita disarankan
untuk menghindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam
jumlah besar. Selain itu, dalam program ini disarankan untuk menggunakan produk
yang dapat diisi ulang. 3) Reuse (Menggunakan kembali), dalam tahapan ini kita
dapat menggunakan kembali wadah atau kemasan dengan fungsi yang sama secara
berulang-ulang. Sebagai contoh kita menggunakan baterai recharge, menggunakan
plastik bekas minyak goreng sebagai pengganti polybag. 4) Recycle (Mendaur
Ulang), kita dapat menggunakan produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan
mudah terurai. Selain itu, kita juga dapat melakukan penanganan sampah organik
menjadi pupuk kompos. Serta melakukan penanganan sampah anorganik menjadi
barang yang bermanfaat. 5) Rot (Membusukkan), Membusukkan barang yang
dikonsumsi, poin ini hanya bisa diterapkan pada barang dan sampah organik yang
mudah terurai, seperti membusukkan sampah organik menjadi pupuk kompos. Salah
satunya dapat dilakukan dengan cara membuat lubang biopori.
Dalam menerapkan Zero
Waste secara sungguh-sungguh, 3R saja tidak cukup, karena Zero Waste tidak
hanya sekadar mendaur ulang sebanyak mungkin, namun sebaliknya. 5R (Refuse,
Reduce, Reuse, Recycle, Rot), bisa digunakan sebagai prinsip untuk mengarah
pada cara hidup sehat tanpa limbah, dan bisa diterapkan untuk gerakan gaya
hidup ramah lingkungan. Dengan memberikan pengetahuan tentang Zero Waste dan
pelatihan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Recycle dan Rot) kepada kelompok
masyarakat setempat diharapkan masyarakat khususnya di Kabupaten Bandung akan
memiliki keahlian dalam megolah dan memanfaatkan limbah rumah tangga guna
tercapainya Zero Waste.
Untuk meningkatkan peran
serta manyarakat dalam pengurangan sampah di sumber antara lain melalui Program
RW Zero Waste. Pada tahun 2017 Program ini berjalan dengan bantuan pihak luar /
yayasan, dan telah dilakukan di : 5 desa wisata (Pasir Jambu, Panundaan, Cukang
Genteng, Patenggang, Alam endah) dan 10 desa di Kecamatan Soreang : Ds Cingcin,
Ds Parung serap, Ds Sekar Wangi, Ds Kramat Mulya, Ds Panyirapan, Ds Cebek, dan
lain-lain (IKPLHD Kabupaten Bandung, 2019)
Untuk kelima belas desa
tersebut , program ini akan berjalan selama 2 tahun dari bulan Agustus 2017
hingga 2018 dengan mengarahkan agar: 1) Desa mempunyai Master Plan pengelolaan sampah
sendiri Pemerintah mengajak masyarakat untuk peduli sampah dimana
implementasinya bisa memilah sampah organik dan an organic. Sampah organic dibuang
ke LCO/ lubang cerdas organik.Bila lahan rumah sempit maka sampah akan
ditampung lebih dulu di ember dan akan dibuang di LCO yang dibuat di lahan
kosong. 2) Desa punya lembaga pengelola sampah dan memiliki payung hukum dengan
mengarahkan pembentukan peraturan desa. (IKPLHD Kabupaten Bandung, 2019)
Sedangkan pada tahun 2018
program RW Zero waste dikembangkan lagi di Kabupaten Bandung meliputi:
Kecamatan Kertasari: RW 12
Ds. Cikembang; RW 16 Ds. Sukapura; RW 11 Ds Cibeureum ; RW 10 Tarumajaya.
Kecamatan Pacet: RW 05 Ds.
Sukarame ; RW 12 Ds. Mandala haji ; RW 07 Ds. Maruyung ; RW 10 Ds. Mekarsari ;
Rw 04 Ds. Nagrak.
Kecamatan Majalaya: RW 06
Ds. Majasetra ; RW 11 Ds. Majakerta ; RW 07 Ds. Majalaya ; RW 02 Ds.
Wangisagara ; RW 05 Ds.Padamulya ; RW 06 Ds. Sukamukti, RW 03 Ds.Neglasari ; RW
05 Ds. Bojong ; RW 13 Ds. Sukamaju ; RW 08 Ds.Padaulun
Kecamatan Ibun: RW 04 Ds.
Tanggulun ; RW 07 Ds. Talun.
Kecamatan Paseh: RW 16 Ds.
Sukamantri
Kecamatan Solokan jeruk:
RW 08 Ds. Padamukti ; RW 04 Ds. Rancakasumba ; RW 02 Ds. Bojongmas ; Rw 03 Ds.
Solopkanjeruk.
Kecamatan Rancaekek: Rw
14Ds. Sukamanah
Kecamatan Ciparay: RW 02
Ds.Ciparay ; RW 05 Ds. Mekarsari ; RW 11 Ds. Sumbersari.
Kecamatan Baleendah: RW 11
07 Ds. Rancamanyar ; RW 11 Kel. Andir ; RW 21 Kel Baleendah ; RW 03 Kel.
Manggahang
Kecamatan Pameungpeuk: RW
10 Ds. Sukasari ; RW 04 Ds. Bojongmanggu.
Kecamatan Dayeuhkolot:
RW04 Ds. Dayeuhkolot ; RW 01 Ds.Citeureup ; RW 01 Ds. Pasawahan ; RW 01 Ds.
Cangkuang Wetan ; RW 02 Ds. Sukapura
Kecamatan Bojongsoang: RW.
01 Ds. Tegalluar ; RW 04 Ds. Buahbatu ; RW 17 Ds. Bojongsari ; RW 03 15 Ds. Bojongsoang
Kecamatan Arjasari: RW.06
Ds. Pinggirsari.
Kecamatan Katapang: RW. 06
Ds. Sukamukti; RW 05 Ds. Sangkanhurip ; RW.12 Ds. Pangauban ; RW 03 Ds.
Cilampeni ; Rw 03 Ds. Katapang.
Kecamatan Margahayu: RW05
Ds. Kel. Sulaeman ; RW 09 Ds. Margahayu Selatan.
Kecamatan Margaasih: RW 09
Ds. Nanjung.
Kecamatan Cimaung : RW10
Ds. Cikalong.
Kecamatan Banjaran: RW 04
Ds. Kamasan
Kecamatan Kutawaringin: RW
02 01 Ds. Pameuntasan ; RW 02 Ds. Jelegong ; RW 02 Ds.Gajahmekar ; RW. 05 Ds.
Kopo ; RW. 12 Ds. Buninagara
Kecamatan Cangkuang: Rw.
10 Ds. Pananjung.
Berdasarkan data dari
IKPLHD Kabupaten Bandung (2019) hingga tahun 2018 terdapat 62 RW Zerowaste di
Kabupaten Bandung dan telah memiliki Peraturan Desa terkait pengelolaan sampah
dan lingkungan. Pada tahun 2019 RW Zerowaste bertambah menjadi 87 yang terdapat
di 82 desa (di sekitar Sungai Citarum dari Kecamatan Kertasari sampai dengan
Kecamatan Margaasih).
5.
Kesimpulan
Program Zero Waste
merupakan program yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung dalam menangani persoalan
sampah di skala yang kecil yaitu rumah tangga, hal ini bisa kita lihat dari
pendsitribusian programnya ke tingkat RW yang ada di desa se-Kabupaten Bandung,
sampai tahun 2019 terdapat 87 titik RW yang telah menjalankan progran ini.
Dengan konsep 5R besar harapan Pemerintah Kabupaten Bandung bisa terus
mensosialisasikan program ini dengan pengawasan dan pembinaan yang
berkelanjutan supaya dengan zero waste ini masyarakat bisa memiliki pemahaman
yang cukup dan berperan aktif dari persoalan sampah yang kian hari kian
bertambah volumenya. Sehingga sedikit demi sedikit sampah yang ada bisa
berkurang dengan optimalisasi peran pemerintah dan masyarakat dalam
mengelolanya, salah satunya dengan program Zero Waste.
Referensi
Damanhuri, E. (2005).
Longsornya TPA Leuwigajah Melengkapi Citra Buruk TPA di Indonesia. Departemen
Teknik Lingkungan FTSP ITB. Bandung
Informasi Kinerja
Pengelolaan Lingkungan Hdup Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2019
Nazly, H. Andika,
P. Metra, D. Novira, E, F. (2020). Dampak Dinamika Kependudukan Terhadap
Lingkungan. Jurnal Kependudukan dan Lingkungan. 2, 37.
Soekmana, S. (2010).
Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan Seri: Pengelolaan Sampah Perkotaan.
Bogor: IPB Press
Wahyudi, Z. Ida, A,
W. Guyup M, D. Dkk. (2021). Sosialisasi Zero Waste Di Desa Kediri Kabupaten
Lombok Barat. Jurnal Abi Mas TPB, 3(1), 15-22
Keren
ReplyDelete