SUSTAINABLE DEVELOPMENT; ANTARA KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA

SUSTAINABLE DEVELOPMENT; ANTARA KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA 

Oleh: Hafidh Fadhlurrohman









PENGANTAR/PENDAHULUAN

Pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu hal yang baru, baik ketika ditinjau dari sudut pandang nasional maupun global. Dan konsep itu hadir dalam upaya menjadi solusi untuk pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lingkungan, serta upaya untuk menyerasikan kedua hal tersebut dalam pembangunan. Tapi selanjutnya bahwa fakta yang terjadi dalam pelaksanaannya, konsep pembangunan berkelanjutan belum dipahami secara baik dan merata yang pada akhirnya mengakibatkan masih kentara akan kerancuan pada tingkat kebijakan dan pengaturan, terutama pada tingkat implementasinya. Selanjutnya Suardi (2004) menjelaskan pengertian dari konsep pembangunan berkelanjutan, menurutnya konsep tersebut mengandung pengertian sebagai pembangunan yang memperhatikan dan mempertimbangkan dimensi lingkungan. Pun ia mengutip dari Undang-undang No. 32 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan yang akan datang.

Pembangunan berkelanjutan yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan merupakan suatu hal yang selaras dengan keinginan PBB untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yang terjadi (Suardi, 2014). Kerusakan lingkungan terjadi akibat prilaku manusia yang kapitalistik dan konsumtif yang tinggi sehingga mendorong untuk memiliki nafsu serakah terhadap sumber daya alam yang tersedia tanpa mempertimbangkan aspek keselamatan lingkungan hidup dan manusia itu sendiri. Dan Suardi (2014) menjelaskan bahwa ada kekeliruan pemahaman dari manusia yang menganggap bahwa sumber daya alam yang tersedia adalah bahan materi yang harus dieksploitasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan manusia yang konsumtif. Oleh karena itu, banyak sumber daya alam yang dieksploitasi fungsinya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan untuk makan, air, perumahan dan sumber lainnya tanpa merencakanan solusi atas pencemaran lingkungan tersebut.

Kalau dilihat penjelasan yang dipaparkan oleh Suardi (2014) ada suatu dilema terkait dinamika pembangunan, di satu sisi pembangunan negara diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakatnya, tetapi pada sisi lain menimbulkan kekhawatiran terhadap ,merosotnya kualitas lingkungan hidup secara permanen dalam jangka panjang. Sehingga dalam penjelasannya Suardi memberikan studi kasus dengan data yang mengatakan bahwa kondisi lingkungan hidup di Indonesia sangat buruk yang pada akhirnya menyebabkan bencana alam di berbagai wilayah.

Selanjutnya Suardi menggambarkan bahwa ada suatu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri yang membawa berbagai kemajuan bagi peradaban manusia, tetapi hal tersebut sekaligus mewujudkan risiko-risiko dalam kehidupan manusia dan lingkungannya. Bisa kita lihat dari fenomena pencemaran lingkungan hidup akibat buang air limbah industri yang mengancam eksistensi kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam jangka panjang, walaupun kita akui bahwa kegiatan sektor industri meningkatkan sektor perekonomian masyarakat.

Artinya, dalam fenomena di atas menggambarkan bahwa pola kebijakan pembangunan yang hanya berorientasi pada ekonomi pada pengelolaan sumber daya alam, akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang luar biasa pada gilirannya akan merugikan manusia.

Paradigma pembangunan seperti itu tidak dapat dipertahankan lagi dan harus diubah, karena pembangunan seperti itu walaupun memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga akan menimbulkan perubahan-perubahan terhadap lingkungan fisik dan sosial budaya yang memerlukan pengamanan secukupnya agar tidak merugikan dalam jangka panjang.

Menelaah lebih jauh dari problematika yang telah dijelaskan, selanjutnya Suardi menunjukan bahwa secara harfiah baik pengingkatan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat maupun tindakan untuk mencegah merosotnya kualitas lingkungan hidup adalah keduanya merupakan tanggung jawab negara dalam memenuhi hak konstitusional warga negaranya di bidang hak asasi manusia, yang argumentasi Suardi ini merujuk pada Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945. Ada suatu problrmatika antara eksploitasi lingkungan yang menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan hidup sehingga tidak berfungsi sebagai sistem pendukung kehidupan dan di sisi lain peningkatan kesejahteraan manusia adalah mutlak. Pada akhirnya lingkungan yang menjadi sumber materil tidak bisa terhindar dari eksplorasi dan eksploitasi yang berimplikasi terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan, yang hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

 

PEMBAHASAN

Pergeseran Millenium Development Menjadi Sustainable Development

Hari ini kita semua telah mengetahui bahwa dalam pembangunan ada pergeseran, yang dulu pembangunan basisnya adalah MDGs (Millenium Development Goals), kini pembangunan berubah menjadi berbasis SDGs (Sustainable Development Goals). Perlu kita fahami terlebih dahulu, hal tersebut bisa terjadi karena ada permasalahan-permasalahan yang tidak terselesaikan melalui konsep Agenda Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals), sehingga terjadinya pergeseran atau perubahan konsep.

Agenda Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals merupakan sebuah kebijakan dan langkah global dalam menjalankan pembangunan yang tertuang dalam piagam yang disepakati oleh PBB pada tahun 1992. Dalam MDGs ada delapan poin yang menjadi tujuan untuk mengatasi tantangan pembangunan di era global, diantaranya: 1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, 2) mencapai pendidikan dasar untuk semua, 3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) menurunkan angka kematian anak, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, 7) memastikan kelestarian lingkungan hidup, 8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Tujuan-tujuan di atas diharapkan dapat menjadi solusi dan pertumbungan negara dalam kurun waktu 15 tahun. Setelah konsep pembangunan tersebut berjalan, MDGs telah diagungkan dan dinobatkan sebagai agenda pembangunan global yang sukses. Setelah penulis membaca beberapa jurnal ilmiah terkait pembangunan, khususnya yang membahas terkait MDGs dan SDGs. Dalam beberapa pendapat disebutkan dalam hal ini PBB menyebutkan bahwa MDGs merupakan sebuah gerakan anti kemiskinan paling sukses. Ia mampu mencapai target-target dengan baik setiap tahunnya.

Namun sayangnya, agenda pembangunan tersebut belum mendapat predikat sebagai pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu aspek yang menjadi indikator pembangunan bisa dibilang berkelanjutan adalah pembangunan yang mencakup dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang holistik dan dijalankan dengan cara yang seimbang. Walaupun aspek ekonomi sudah ada di konsep MDGs, namun dua hal selanjutnya tidak terlalu menjadi perhatian dan prioritas.

Hal tersebut membuat para pemimpin negara merumuskan ulang konsep pembangunan, maka dalam konferensi PBB hasil rumusan dengan berbagai negara pembicaraan mengenai pembangunan ialah konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sering kita dengar dengan istilah SDGs (Sustainable Development Goals).

Pembangunan berkelanjutan menjadi konsep yang sangat penting dalam pelaksanaan SDGs. Pembangunan berkelanjutan menjadi suatu upaya bersama yang memiliki tujuan dalam membangun masa depan yang inklusif dan tangguh. Agar tujuan pembangunan tercapai, maka harus bisa memformulasikan tiga elemen, yakni pertumbuhan ekonomi, tatanan sosial yag inklusif dan perlindungan terhadap lingkungan.

Dari analisa di atas, saya memiliki hipotesis bahwa yang menjadi persoalan dalam pembangunan sekarang adalah tidak meratanya dimensi ekonomi dan sosial, yang kedua kurangnya perlindungan terhadap lingkungan.

Artinya, permasalahan dalam pembangunan adalah kurang nya kesetaraan gender yang dilibatkan, sehingga berakibat pada kesejahteraan gender. Tidak adanya kesetaraan gender dalam pembangunan juga mengakibatkan kurang maksimalnya aspek pemberdayaan sosial. Sehingga pembangunan tidak terasa secara maksimal dampaknya oleh masyarakat. Maka dalam hal ini, SDGs berupaya untuk menuntaskan masalah tersebut. sehingga output pembangunan itu bisa berdampak secara maksimal terhadap masyarakat.

Selanjutnya, perlindungan terhadap lingkungan pun menjadi suatu permasalahan karena dalam MDGs tidak menjadi prioritas utama. Sehingga pembangunan berdampak buruk terhadap lingkungan, yang mengakibatkan pada pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan sehingga terjadi perubahan iklim yang akan mempengaruhi terhadap kesehatan masyarakat.

Sehingga SDGs berupaya untuk menajadi solusi terhadap dimensi lingkungan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan linngkungan menjadi fokus utama dalam SDGs. Pun dalam hal ini mendapat perhatian khusus bagi negara-negara anggota PBB. Permasalahan lingkungan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia. Karena perubahan iklim sudah berdampak pada kesehatan manusia, keamanan pangan dan air, migrasi, perdamaian dan keamanan.

Kita mempunyai kesimpulan bahwa dalam dimensi internasional pun dua permasalahan tadi menjadi sorotan utama, dan fokus pembangunan dunia tujuannya adalah keberlanjutan yang mencakup aspek sosial ekonomi dan perlindungan lingkungan.

 

Pengertian dan Urgensi Prinsip Sustainable Development dalam Kesejahteraan Sosial dan Pengelolaan Lingkungan

Istilah “keberlanjutan” dewasa ini telah menjadi buzzword di segala aktivitas pembangunan. Keberlanjutan diperlukan untuk terciptanya keseimbangan antara alam dan manusia, pembangunan yang mengabaikan keterkaitan keduanya terbukti menimbulkan biaya yang mahal yang pada akhirnya berimplikasi pada penurunan kesejahteraan manusia.

Suardi (2014) menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) pada 1980. Ia merupakan reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Selanjutnya pembangunan berkelanjutan sesuai dengan laporan yang dikeluarkan oleh Commision PBB dirumuskan sebagai pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengabaikan hak generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Suardi, 2014). Selanutnya Suardi (2014) mengutip pendapat Otto Sumarwoto, yang menjelaskan bahwa faktor lingkungan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan adalah: Pertama, terpeliharanya proses ekologi yang esensial. Kedua, tersedianya sumber daya yang cukup. Ketiga, lingkungan sosial budaya dan ekonomi yang sesuai. Sehingga ketiga klasifikasi yang dijelaskan Otto tersebut bisa didefinisikan sebagai perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya. (Suardi, 2014). Keberhasilan akan perubahan positif tersebut harus dibekali dengan pematangan perencanaan, kebijakan, dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, serta harus bisa menjangkau masyarakat sehingga negara tidak berdiri sendiri tapi melibatkan lembaga masyarakat yang ada di bawah, dunia usaha, yang keduanya dijangkau melalui pemerintahan negara.

Suardi (2014) menjelaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan meluas dari definisi yang sebelumnya merupakan isu lingkungan menjadi berbagai isu pembangunan yang saling bersifat komplementer. Dokumen PBB dalam World Summit tahun 2005 menyatakan pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga pilar yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan yang ketiganya saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain. Karena ketiganya saling berkaitan dan menimbulkan sebab akibat, maka ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan.

Kemudian ada tolak ukur yang dituturkan oleh Otto (2006) untuk pembangunan berkelanjutan secara sederhana terkait pembangunan pemerintah untuk menilai keberhasilan dalam proses pelaksanaan pembangunan. Menurutnya ada 6 tolak ukur, yakni: pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro kesetaraan gender, pro penciptaan lapangan pekerjaan, pro dengan bentuk kesatuan RI, dan harus anti KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Hal ini senada dengan konstitusi negara terkait asa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang memiliki poin tentang kelestarian dan keberlanjutan yang memiliki arti bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki lingkungan hidup.

Prof Oekan (2017) dalam bukunya yang berjudul Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan mengatakan bahwa salah satu permasalahan lingkungan yang kita hadapi saat ini adalah cara kita memperlakukan lingkungan, atau lebih tepatnya cara kita menempatkan lingkungan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Kita mesti sadar bahwa hidupnya ratusan juta manusia di Indonesia dominasinya di pulau-pulau dan perairan Indonesia. Kita membutuhkan pembangunan yang menyeimbangkan antara peningkatan kesejahteraan dengan pengelolaan lingkungan hidup karan hal tersebut dalam upaya untuk meningkatkan kemakmuran, menyediakan lahan hidup dan permukiman serta memajukan pertumbuhan ekonomi.

 

Prinsip Sustainable Development dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Suardi (2014) menjelaskan bahwa HAM telah hadir sejak lama, namun ia masih relevan dan aktual dari waktu ke waktu sejak manusia hadir di dunia sampai saat sekarang ini. Dia aktual secara terus menerus baik dalam keilmuan, politik maupun hukum. Yang pada akhirnya menyebabkan perkembangan dalam bentuk, pemahaman dan teori. HAM dikatakan aktual dan berkembang bisa dibuktikan dengan lahirnya HAM generasi III, yaitu hak atas pembangunan, di samping Sipil and Political Right pada generasi I dan hak ekonomi, sosial dan budaya pada generasi ke II.

Karena dalam pengertian dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan itu memiliki aspek manusia dan lingkungan, pada akhirnya hak-hak asasi manusia memperoleh konteksnya yang baru dalam hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan serta pembangunan yang berpusat pada manusia. Keterkaitan yang esensial antara hak asasi manusia dengan lingkungan, pembangunan dan perdamaian yang kemudian dikembangkan oleh para pemangku kebijakan, pemerhati politik, aktivis HAM, pakar dan pekerja pembangunan. Sehingga terjadi perkembangn mengenai diskursus hak asasi manusia terhadap pembangunan, penerapan dan implementasinya, serta sosio kultur yang ada di masyarakat. (Suardi, 2014)

Pada dasarnya manusia memiliki derajat dan martabat yang sama dengan demikian hak-hak dan kewajiban pun sama. Pandangan ini memberikan dasar pemikiran tenatng pengertian HAM itu sendiri, yang Suardi (2014) menjelaskannya sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Prinsip dasar hak asasi manusia adalah hak untuk hidup, artinya dengan kehidupanlah manusia dapat melaksanakan tugasnya dan memenuhi kebutuhannya.

Dalam penjelasan terkahir pada bagian ini Suardi (2014) mengatakan bahwa konstruksi HAM dalam konteks sustainable development tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan diri manusia serta keberlangsungannya sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang sustainable sepanjang manusia ada di alam ini. Dengan demikian prinsip pembangunan berkelanjutan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip HAM itu sendiri. Hakikat pembangunan berkelanjutan adalah untuk mendukung keberlangsungan Hak Asasi Manusia itu sendiri.

 

Problematika Penerapan Sustainable Development dalam Pengelolaan Lingkungan dan Implikasinya terhadap Pemenuhan HAM

Pembangunan yang menjadikan sumber daya alam yang bersifat terbatas sebagai penopang utamanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas demi kesejahteraan manusia. Akhirnya menimbulkan kesenjangan atas pelaksanaan pembangunan yang tidak ekologis, terlihat antara pertumbuhan laju penduduk yang sangat cepat dengan merosotnya kualitas lingkungan hidup yang ditandai dengan tercemarnya berbagai sumber daya alam dan terjadinya bencana di mana-mana.

Pemerosotan kualitas lingkungan hidup disebabkan oleh semakin banyaknya produksi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Hal ini selaras dengan tawaran Robert Malthus yang dikutip oleh Suardi (2014) yang mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan penduduk dan kebutuhan pangan maka mau tidak mau harus meningkatkan produktivitas pangan. Yang kita ketahui semua bahwa produksi pangan tersebut berasal dari sumber daya alam yang bersifat terbatas, tentu ketika produktivitas meningkat artinya ekspolitasi alam pun semakin meningkat sehingga akibat yang timbul kemudian adalah proses degradasi lingkungan dan pencemaran lingkungan yang semakin menjadi-jadi dan bertambah parah.

Untuk mengatasi persoalan di atas, menurut Syaiful Bahri yang kemudian dikutip oleh Suardi (2014) tanggung jawab manusia untuk menjaga lingkungan hidup dapat dilihat dari 3 sudut pandang, diantaranya lingkungan hidup dari sudut pandng religius, sudut pandang humanism, serta sudut pandang etika dan moral. Selanjutnya suardi memiliki pandangan bahwa tanggung jawab manusia untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari berimplikasi terhadap hak asasi manusia itu sendiri, karena antara lingkungan dan manusia saling berkaitan dan ketergantungan.

Ketika pengetahuan dan sudut pandang yang telah dijelaskan di atas menjadi tawaran bagi manusia, terkadang manusia belum paham secara maksimal terkait hal tersebut. Yang pada akhirnya pembangunan yang menjadikan sumber daya alam sebagai penunjang utamanya  hanya berorientasi ekonomi semata. Padahal kalau dilihat dari konsep pembangunan berkelanjutan sudah menjadi asas dalam berbagai hukum nasional maupun internasional, namun memperhatikan konsidi lingkungan hidup pada saat ini sangat memprihatinkan, artinya konsep yang ideal masih jauh terealisasi dalam fakta di lapangan, oleh karenanya dibutuhkan kesadaran dan kesungguhan dari segenap elemen bangsa untuk mengamalkannya.

Arah pembangunan yang menjurus pada kerusakan lingkungan dan tatanan sosial ini berakar pada cara pandang dualistik, baik dalam kebijakan pembangunan maupun ilmu yang menopangnya. (Oekan, 2017) Lalu kerusakan lingkugan sebagai mana telah sedikit disinggung, selanjutnya Oekan (2017) mengatakan bahwa penyebabnya adalah dari sifat kapitalistik manusia yang membutuhkan alat produksi yang padat untuk sistem perekonomiannya dan umunya ia memerlukan sumber daya yang senantiasa meningkat untuk menopang keberlangsungannya. Persoalannya, tiada sumber daya lain, selain sumber daya alam, yang bisa digali untuk memenuhi kebutuhan perekonomian yang harus selalu tumbuh. Setiap jengkal muka bumi digali dan setiap sudutnya dikeruk hanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dampaknya sudah kita saksikan, kerusakan lingkungan dimana-mana. Maka tidak heran ketika Stiglitz (2006) menurutkan bahwa kegagalan penciptaan stabilitas di sektor lingkungan hidup akan mengakibatkan bencana yang lebih besar di masa yang akan datang.

Selanjutnya menurut para ahli, pembangunan berkelanjutan dapat memenuhi kebutuhan kita saat ini, tanpa menghilangkan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka (WCED, 1987). Ada yang menarik dari gagasan hajer yang mengatakan bahwa gagasan pembangunan berkelanjutan untuk menghadirkan wacana lingkungan hidup tidak dilihat dari produk, kemajuan, dan nilai paham hijau. Tetapi lebih kepada perjuangan antara kepentingan politik yang disuarakan oleh aktor seperti penguasa, akademisi, politisi, aktivis atau yang lainnya (Hajer, 1995). Karena benar bahwa perjuangan implementasi pembangunan berkelanjutan terletak pada pemegang kekuasaan, unsur politik dan pemodal yang berhadapan dengan  kelompok pegiat isu lingkungan.

Oekan (2017) mengutip pendapat Pawloski dan Pearman yang menuturkan bahwa pembangunan yang ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia ia diharapkan untuk tidak membahayakan kehidupan makhluk lain dan alamnya. Artinya seiring dengan meningkatnya kesejahteraan manusia, diharapkan kehidupan makhluk lainnya dan ekosistemnya serta stabilitasnya terjaga dengan baik.

Di Indonesia dan negara lainnya pembangunan berkelanjutan menjadi agenda dalam setiap kebijakan pembangunan yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi secara substansial belum terlaksana sesuai tujuan. (Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2002). Hal ini bisa terlihat dari masih banyaknya kerusakan alam dan bencana alam yang terjadi di Indonesia.

Selain tolak ukur yang harus menjadi bahan pertimbangan, faktor-faktor yang menyebabkan kurang maksimalnya dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan perlu segera diperbaiki. Banyak faktor yang menyebabkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia selalu menjadi sebuah mimpi. Hal itu bermula dari masalah yang bersifat filosofis, kepentingan politik, sampai kepada masalah teknis pelaksanaannya, termasuk sosialisasi pembangunan berkelanjutan itu sendiri (Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia).

Problematika hari ini adalah perusakan dan pencemaran lingkungan dalam konstruksi hukum positif belum dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM. Dalam UU no 39 tahun 1999 dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Dalam karya tulisnya Suardi menjelaskan tenatng pelanggaran HAM yang oleh ia didefinisikan dengan setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak yang secara hukum mengurangi, menghalangi, dan membatasi atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum  yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Atas penjelasan tersebut, pelanggaran HAM itu dianggap sebagai pelanggaran ketika bersentuhan langsung dengan nilai kemanusiaan itu senditi. Oleh karena itu, memang sedikit agak sulit ketika menganggap pencemaran dan perusakan lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup manusia dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM, padahal dalam instrumen hukum  lainnya termasuk konstitusi mengintegrasikan lingkungan sebagai bagian dari HAM yang termasuk kedalam HAM generasi III.

 

KESIMPULAN

Pada bagian kesimpulan, dibagi kepada dua poin, diantatanya

1.      Prinsip pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan menyerasikan keduanya dalam peb=mbangunan. Dalam pelaksanaannya pembangunan berkelanjutan menganjurkan dan mewajibkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan dan daya dukung lingkungan. Namun dalam implementasinya masih banyak persoalanan, sifat manusia yang serakah mengakibatkan pemenuhan kebutuhan manusia yang konsumtif melalui pembangunan dengan cara mengeksploitasi lingkungan secara masif tanpa mempertimbangkan keselamatan lingkungan hidup dan manusia itu sendiri. Sehingga masih banyak anggapan yang beredar di masyarakat dan/atau manusia bahwa sumber daya alam itu adalah materil yang harus dieksploitasi untuk memenuhu kebutuhan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mengoptimalkan sumber daya alam sebagai penyuplai kebutuhan materi semata, inilah penyebab utama penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan.

2.      Pembangunan berkelanjutan harus terus disosialisasikan supaya pemahaman semua elemen bisa paham dengan maksimal, selanjutnya tolak ukur dalam pembangunan berkelanjutan pun harus menjadi syarat wajib dalam pelaksanaanya, serta faktor-faktor yang menghambat pembangunan berkelanjutan harus segera diselesaikan oleh semua pihak.

3.      Eksploitasi lingkungan yang dilakukan manusia itu sudah sangat besar-besaran tanpa memperhitungkan akibat yang ditimbulkan terhadap kerusakan lingkungan itu yang akibatnya lingkungan tidak dapat berfungsi sebagai sistem pendukung kehidupan yang dalam ekosistem kehidupan manusia dan lingkungan saling berkaitan. Dengand demikian, apabila terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan maka kebutuhan manusia untuk keberlangsungan hidupnya pun terganggu dan bahkan bisa menyebabkan manusia punah. Maka dalam perspektif HAM, lingkungan dikategorikan sebagai HAM generasi ketiga.


 

 

REFERENSI

Abdoelah. S Oekan. 2017. Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Hajer, M.A. 1995. The Politics of Environmental Discourse: Ecological Modernization and The Policy Press. New York: Oxford

Kementrian Lingkungan Hidup, Republik Indonesia. 2002. Dari Krisis Menuju Keberlanjutan  di Indonesia: Tinjauan Pelaksanaan Agenda 21. Jakarta

Suardi. 2014. Problematika Penerapan Prinsip Sustainable Development Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Implikasinya Terhadap Pemenuhan HAM. Fiat Justicia Jurnal Ilmu Hukum. Vol 8 No 4. Universitas Tadulako.

Soemarwoto. Otto. 2006. Pembangunan Berkelanjutan: Antara Konsep dan Realitas. Departem

No comments:

Post a Comment