RENUNGAN UNTUK UMAT MUSLIM
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVNEdrTrtacsD94QXx0YBe1dBAkNWPmwzI7KzEGXNLXD8xo5MBr6iJcFtk7_GgB1o0pS9cgImnytPiY8aGkgX4j-Q5Gc8UlS1p6C9xEOjnMkHHYqrGIDN6N8atR8ZRI6wmHa6G39lNe_U/s1600/1_415475601l.jpg)
Pertanyaan
pertama yang saya ingin ajukan kepada umat muslim –di Indonesia khususnya-
kenapa masyarakat Indonesia –kaum muslimin khususnya- sering dilanda bencana?
Kadangkala kita semua menjawab dengan dingin “Itu sudah ketentuan-Nya..”.
Diera
globalisasi sekarang ini, masyarakat Indonesia semakin terpuruk, yang miskin
semakin miskin yang kaya semakin kaya. Krisis ekonomi yang mereka alami,
membuatnya menjadi yakin untuk mengikuti suapan satu amplop uang dan beberapa makanan yang menjadikan nya murtad
dari agama Islam.
Krisis
ekonomi juga yang menjadikan mereka brutal dan melakukan kriminalitas. Mereka
tak memikirkan halal dan haram suatu pekerjaan, tapi yang mereka pikirkan “bagaimana supaya mereka bisa bertahan hidup
sementara mereka dilanda krisis ekonomi”. Itulah sebab, penyimpangan sosial
pun sudah tak asing lagi dinegri ini, dari mulai pejabat sampai bawahan pun
sama seperti itu.
Ilmu
pengetahuan yang kian tingginya, tak bisa membuat mereka bisa memutlaqkan suatu
kebenaran. Mereka berfikir bahwa benar itu relatif, tidak ada mutlaqnya sama
sekali. Itulah yang membuat saya aneh, ilmu pengetahuan kini sudah tentu
tinggi, tapi moral umat? Nah, itu yang mesti kita renungkan.
Imam
syafi’i suatu ketika menggubah syair. Sebuah syair tentang para pencari imu dan
syarat-syarat memperoleh ilmu.
Kata
Imam Syafi’i, tidaklah mungkin ilmu didapat, kecuali dengan enam syarat. Enam
syarat itu adalah dzaka, hrish, isthibar,
bulghah, irsyadu ustadzin, dan thulu
zaman.
Bagaimanapun,
seorang pencari ilmu, kata Imam Syafi’i, harus seseorang yang memiliki
kecerdasan, dzaka. Dzaka adalah yang
tak bisa ditawar. Begitu pula hirshi, seorang
pencari ilmu juga harus meiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Tanpa
semangat, seorang pencari ilmu hanya akan tenggelam dalam cita-cita palsunya
yang tak pernah selesai dibangun. Kecerdasan dan semangat juga tak cukup untuk
mendapat ilmu yang sempurna. Para pencari ilmu harus membekali diri mereka
dengan isthibar, kesabaran yang luas
seperti samudra. Karena, semangat tanpa kesabaran akan berujung pada keputus
asaan.
Selanjutnya,
Imam Syafi’i juga menyaratkan bulghatin, modal
atau bekal. Setiap kesuksesan selalu meminta biaya. Kemajuan ilmu pengetahuan,
memang bukan tiba-tiba jatuh dari langit. Semua usaha dikerahkan, termasuk dana
dalam pencarian, penelitian, dan sekian banyak percobaan. Dan, unsure yang
paling penting dalam syarat Imam Syafi’i adalah irsyadu ustadzin, guru yang membimbing. Ilmu memang bisa dicari
tanpa guru. Ilmu mungkin saja didapat tanpa ustadz. Tapi guru dan pembimbing
tak pernah bisa tersingkir. Sebab, ilmu bukan hanya soal matematika, tapi juga
soal transfer akhlaq, moral, dan akidah. Hal inilah yang mungkin mereka tak
menitik beratkan, mereka menganggap spele, mereka mengira bahwa moral, akhlak
itu gampang. Tapi hakikatnya, seorang berilmu itu mempunyai moral, akidah dan akhlak yang bagus dan baik.
Dan
terakhir, kata Imam Syafi’i, dalam ilmu pengetahuan, tak satu hal pun bersifat
instan. Ilmu selalu membutuhkan thulu
zaman, perjalanan waktu. Tak ada ilmu untuk orang yang berfikir instan dan
menghendaki hasil seperti mata yang dikedipkan. Tak ada ruang untuk orang-orang
yang selalu ingin hasil secepat kilat.
Cukupilah
enam syarat seperti yang dicatat oleh Imam Syafi’i. janganlah berkurang, meski
satu saja darinya. Sebab, semuanya mempunyai kaitan yang sangat erat. Dan akhir
dari semua usaha, tentu dengan tengadah dan berlapang dada, memanjatkan do’a.
Semoga Allah, dengan ilmu yang kita dapat, memberikan kesempatan seluas-luasnya,
sehingga kita bermanfaat bagi umat. Dan memetik kemenangan didunia dan
diakhirat. Semoga Allah meringankan langkah para pencari ilmu dan meridhainya
dengan cahaya dijalan yang benderang.
No comments:
Post a Comment