Tafsir Surah Al-Mu'minun ayat 1-11

Al Mu’minun, ayat 1-11

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ سُلَيْم قَالَ: أَمْلَى عليَّ يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ الْأَيْلِيُّ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَة بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ: كَانَ إِذَا نَزَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم الوحيُ، يُسْمَعُ عِنْدَ وَجْهِهِ كدَوِيّ النَّحْلِ فَمَكثنا سَاعَةً، فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ، فَقَالَ:"اللَّهُمَّ، زِدْنَا وَلَا تَنْقُصْنا، وَأَكْرِمْنَا وَلَا تُهِنَّا، وَأَعْطِنَا وَلَا تَحْرِمْنَا، وآثِرْنا وَلَا تُؤْثِرْ [عَلَيْنَا، وَارْضَ عَنَّا] وأرضِنا"، ثُمَّ قَالَ: "لَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلِيَّ عَشْرُ آيَاتٍ، مَنْ أَقَامَهُنَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ"، ثُمَّ قَرَأَ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} حَتَّى خَتَمَ العَشْر.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Sulaim yang mengatakan bahwa ia telah mencatat apa yang dikatakan oleh Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Ibnu Syihab, dari Urwah ibnuzZubair, dari Abdur Rahman ibnu Abdul Qari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Khalifah Umar ibnul Khattab mengatakan, "Rasulullah Saw. apabila diturunkan wahyu kepadanya terdengar suara seperti suara lebah di dekat wajahnya. Maka kami diam sesaat, dan beliau Saw. menghadap ke arah kiblat, lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa, 'Ya Allah, berilah kami tambahan dan janganlah Engkau kurangi kami, berilah kami kemuliaan dan janganlah Engkau hinakan kami, berilah kami dan janganlah Engkau menghalangi kami dari pemberian-Mu, pilihlah kami dan janganlah Engkau ke sampingkan kami, dan ridailah kami dan jadikanlah kami puas (dengan keputusan-Mu)'." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat; barang siapa yang mengamalkannya, niscaya ia masuk surga. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) hingga akhir ayat kesepuluh.

Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir dan Imam Nasai di dalam kitab salat melalui hadis Abdur Razzaq dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat munkar, kami tidak mengenal ada seseorang yang meriwayatkannya dari Yunus ibnu Sulaim, sedangkan Yunus sendiri orangnya tidak kami kenal.

قَالَ النَّسَائِيُّ فِي تَفْسِيرِهِ: أَنْبَأَنَا قُتَيْبَةَ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ بابَنُوس قَالَ: قُلْنَا لِعَائِشَةَ: يَا أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، كَيْفَ كَانَ خُلُق رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَتِ: كَانَ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ، فَقَرَأَتْ: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ} حَتَّى انتَهَتْ إِلَى: {وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ} ، قَالَتْ: هَكَذَا كَانَ خُلُق رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Imam Nasai mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Abu Imran, dari Yazid ibnu Babanus yang mengatakan, "Kami pernah bertanya kepada Siti Aisyah Ummul Mu’minin, 'Bagaimanakah akhlak Rasulullah Saw.'?" SitAisyah r.a. menjawab: Akhlak Rasulullah Saw. adalah Al-Qur'an. Kemudian Siti Aisyah r.a. membaca firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1) sampai dengan firman-Nya: dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al Mu’minun: 9) Kemudian Siti Aisyah r.a. berkata, "Demikianlah akhlak Rasulullah Saw."

Adapun firman Allah Swt.:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1)

Yakni sungguh telah beruntung, berbahagia, dan beroleh keberhasilan mereka yang beriman lagi mempunyai ciri khas seperti berikut, yaitu:

{الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}

(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al Mu’minun: 2)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khasyi'un," bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah lagi tenang. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Az-Zuhri. Telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib r.a. bahwa khusyuk artinya ketenangan hati. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, ketenangan hati mereka membuat mereka merundukkan pandangan matanya dan merendahkan dirinya.

Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa dahulu sahabat-sahabat Rasulullah Saw. selalu mengarahkan pandangan mata mereka ke langit dalam salatnya. Tetapi setelah Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al Mu’minun: 1-2) Maka mereka merundukkan pandangan matanya ke tempat sujud mereka. Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa sejak saat itu pandangan mata mereka tidak melampaui tempat sujudnya. Dan apabila ada seseorang yang telah terbiasa memandang ke arah langit, hendaklah ia memejamkan matanya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui ibnu Abbas —juga Ata ibnu Abu Rabah— secara mursal, bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan hal yang serupa (memandang ke arah langit) sebelum ayat ini diturunkan.

Khusyuk dalam salat itu tiada lain hanya dapat dilakukan oleh orang yang memusatkan hati kepada salatnya, menyibukkan dirinya dengan salat, dan melupakan hal yang lainnya serta lebih baik mementingkan salat daripada hal lainnya. Dalam keadaan seperti ini barulah seseorang dapat merasakan ketenangan dan kenikmatan dalam salatnya, seperti yang dikatakan oleh Nabi Saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Nasai melalui sahabat Anas dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"حُبِّبَ إليَّ الطِّيب وَالنِّسَاءُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ"

Aku dijadikan senang kepada wewangian, wanita, dan dijadikan kesenangan hatiku bila dalam salat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا مِسْعَر، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ سَالِمِ بْنِ أبي الجَعْد، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أسلَم، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا بِلَالُ، أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Mis'ar dari Amr ibnu Murrah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari seorang lelaki dari Bani Aslam, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai Bilal, hiburlah kami dengan salat.

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ}

dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (Al Mu’minun: 3)

Yaitu dari hal-hal yang batil yang pengertiannya mencakup pula hal-hal yang musyrik, seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama. Juga hal-hal maksiat seperti yang dikatakan oleh sebagian lainnya. Mencakup pula semua perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

{وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا}

dan apabila mereka bersua dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72)

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ}

dan orang-orang yang menunaikan zakat. (Al Mu’minun: 4)

Menurut kebanyakan ulama, makna yang dimaksud dengan zakat dalam ayat ini ialah zakat harta benda, padahal ayat ini adalah ayat Makkiyyah; dan sesungguhnya zakat itu baru difardukan setelah di Madinah, yaitu pada tahun dua Hijriah. Menurut makna lahiriahnya, zakat yang di fardukan di Madinah itu hanyalah mengenai zakat yang mempunyai nisab dan takaran khusus. Karena sesungguhnya menurut makna lahiriahnya, prinsip zakat telah difardukan sejak di Mekah. Allah Swt. telah berfirman di dalam surat Al-An'am yang Makkiyyah, yaitu:

{وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ}

dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin). (Al-An'am: 141)

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ * فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ}

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 5-7)

Artinya, orang-orang yang memelihara kemaluan mereka dari perbuatan yang diharamkan. Karena itu mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti zina dan liwat. Dan mereka tidak mendekati selain dari istri-istri mereka yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, atau budak-budak perempuan yang mereka miliki dari tawanan perangnya. Barang siapa yang melakukan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, maka tiada tercela dan tiada dosa baginya.

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ}

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Al Mu’minun: 8)

Yakni apabila mereka dipercaya, tidak berkhianat; bahkan menunaikan amanat itu kepada pemiliknya. Apabila mereka berjanji atau mengadakan transaksi, maka mereka menunaikannya dengan benar, tidak seperti sikap orang-orang munafik yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. mempunyai ciri khas berikut, melalui, sabdanya:

"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وإذا اؤتمن خَانَ".

Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu: Apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat.

****

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ}

dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al Mu’minun: 9)

Maksudnya, mengerjakannya secara rutin tepat pada waktunya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas'ud r.a. ketika ia bertanya kepada Rasulullah Saw.:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ".

Aku pernah bertanya; "Wahai Rasulullah amal apakah yang paling disukai oleh Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Mengerjakan salat di dalam waktunya." Saya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Saya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, "Berjihad pada jalan Allah.”

No comments:

Post a Comment