Tafsir Surat Al-Maun

Al-Ma'un, ayat 1-7



أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

يَقُولُ تَعَالَى: أَرَأَيْتَ -يَا مُحَمَّدُ- الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ؟ وَهُوَ: الْمَعَادُ وَالْجَزَاءُ وَالثَّوَابُ، {فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ} أَيْ: هُوَ الَّذِي يَقْهَرُ الْيَتِيمَ وَيَظْلِمُهُ حَقَّهُ، وَلَا يُطْعِمُهُ وَلَا يُحْسِنُ إِلَيْهِ، {وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ} كَمَا قَالَ تَعَالَى: {كَلا بَل لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ وَلا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ} [الْفَجْرِ: 17، 18] يَعْنِي: الْفَقِيرَ الَّذِي لَا شَيْءَ لَهُ يَقُومُ بِأَوْدِهِ وَكِفَايَتِهِ.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim. (Al-Ma'un: 2) Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al-Ma'un: 3) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sekali-kali tidak (demikian). sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim, dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr: 17-18) Makna yang dimaksud ialah orang fakir yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan dan kecukupannya.

 

{فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَغَيْرُهُ: يَعْنِي الْمُنَافِقِينَ، الَّذِينَ يُصَلُّونَ فِي الْعَلَانِيَةِ وَلَا يُصَلُّونَ فِي السِّرِّ.

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 4-5) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang munafik yang mengerjakan salatnya terang-terangan, sedangkan dalam kesendiriannya mereka tidak salat.

وَلِهَذَا قَالَ: {لِلْمُصَلِّينَ} أَيْ: الَّذِينَ هُمْ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ وَقَدِ الْتَزَمُوا بِهَا، ثُمَّ هُمْ عَنْهَا سَاهُون.

Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: bagi orang-orang yang salat. (Al-Ma'un: 4) Yaitu mereka yang sudah berkewajiban mengerjakan salat dan menetapinya, kemudian mereka melalaikannya.

إِمَّا عَنْ فِعْلِهَا بِالْكُلِّيَّةِ, كَمَا قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَإِمَّا عَنْ فِعْلِهَا فِي الْوَقْتِ الْمُقَدَّرِ لَهَا شَرْعًا، فَيُخْرِجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بِالْكُلِّيَّة.

Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakannya sama sekali, menurut pendapat Ibnu Abbas, atau mengerjakannya bukan pada waktu yang telah ditetapkan baginya menurut syara'; bahkan mengerjakannya di luar waktunya

وَإِمَّا عَنْ وَقْتِهَا الْأَوَّلِ فَيُؤَخِّرُونَهَا إِلَى آخِرِهِ دَائِمًا أَوْ غَالِبًا. وَإِمَّا عَنْ أَدَائِهَا بِأَرْكَانِهَا وَشُرُوطِهَا عَلَى الْوَجْهِ الْمَأْمُورِ بِهِ. وَإِمَّا عَنِ الْخُشُوعِ فِيهَا والتدبر لمعانيها، فاللفظ يشمل هذا كله، ولكن مَنِ اتَّصَفَ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ قِسْطٌ مِنْ هَذِهِ الْآيَةِ. وَمَنِ اتَّصَفَ بِجَمِيعِ ذَلِكَ، فَقَدْ تَمَّ نَصِيبُهُ مِنْهَا، وَكَمُلَ لَهُ النِّفَاقُ الْعَمَلِيُّ.

Adakalanya pula karena tidak menunaikannya di awal waktunya, melainkan menangguhkannya sampai akhir waktunya secara terus-menerus atau sebagian besar kebiasaannya. Dan adakalanya karena dalam menunaikannya tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Dan adakalanya saat mengerjakannya tidak khusyuk dan tidak merenungkan maknanya. Maka pengertian ayat mencakup semuanya itu. Tetapi orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat tersebut berarti dia mendapat bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat ini. Dan barang siapa yang menyandang semua sifat tersebut, berarti telah sempurnalah baginya bagiannya dan jadilah dia seorang munafik dalam amal perbuatannya.

       Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

«تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَ أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهُ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا»

Itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik. Dia duduk menunggu matahari; dan manakala matahari telah berada di antara kedua tanduk setan (yakni akan tenggelam), maka bangkitlah ia (untuk salat) dan mematuk (salat dengan cepat) sebanyak empat kali, tanpa menyebut Allah di dalamnya melainkan hanya sedikit.

فَهَذَا آخَّرَ صَلَاةَ الْعَصْرِ الَّتِي هِيَ الْوُسْطَى، كَمَا ثَبَتَ بِهِ النَّصُّ إِلَى آخِرِ وَقْتِهَا، وَهُوَ وَقْتُ كَرَاهَةٍ، ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَنَقَرَهَا نَقْرَ الْغُرَابِ، لَمْ يَطْمَئِنَّ وَلَا خَشَعَ فِيهَا أَيْضًا؛ وَلِهَذَا قَالَ: "لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا ". وَلَعَلَّهُ إِنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى الْقِيَامِ إِلَيْهَا مُرَاءَاةَ النَّاسِ، لا ابتغاء وجه اللَّهِ، فَهُوَ إِذًا لَمْ يُصَلِّ بِالْكُلِّيَّةِ. قَالَ تَعَالَى: {إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا} [النِّسَاءِ: 142]

Ini merupakan gambaran salat Asar di waktu yang terakhirnya, salat Asar sebagaimana yang disebutkan dalam nas hadis lain disebut salat wusta, dan yang digambarkan oleh hadis adalah batas terakhir waktunya, yaitu waktu yang dimakruhkan. Kemudian seseorang mengerjakan salatnya di waktu itu dan mematuk sebagaimana burung gagak mematuk, maksudnya ia mengerjakan salatnya tanpa tumaninah dan tanpa khusyuk. Karena itulah maka dikecam oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bahwa orang tersebut tidak menyebut Allah dalam salatnya, melainkan hanya sedikit (sebentar). Barangkali hal yang mendorongnya melakukan salat tiada lain pamer kepada orang lain, dan bukan karena mengharap rida Allah. Orang yang seperti itu sama kedudukannya dengan orang yang tidak mengerjakan salat sama sekali. Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di Hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)

{الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ}

orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma'un: 6)

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبْدَوَيْهِ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ فِي جَهَنَّمَ لَوَادِيًا تَسْتَعِيذُ جَهَنَّمُ مِنْ ذَلِكَ الْوَادِي فِي كُلِّ يَوْمٍ أَرْبَعَمِائَةِ مَرَّةٍ، أُعِدَّ ذَلِكَ الْوَادِيَ لِلْمُرَائِينَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ: لِحَامِلِ كِتَابِ اللَّهِ. وَلِلْمُصَّدِّقِ فِي غَيْرِ ذَاتِ اللَّهِ، وَلِلْحَاجِّ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ، وَلِلْخَارِجِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Bagdadi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata; dari Yunus, dari Al-Hasan, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam benar-benar terdapat sebuah lembah yang neraka Jahanam sendiri meminta perlindungan kepada Allah dari (keganasan) lembah itu setiap harinya sebanyak empat ratus kali. Lembah itu disediakan bagi orang-orang yang riya (pamer)dari kalangan umat Muhammad yang hafal Kitabullah dan suka bersedekah, tetapi bukan karena Zat Allah, dan juga bagi orang yang berhaji ke Baitullah dan orang yang keluar untuk berjihad(tetapi bukan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ أَبِي عُبَيْدَةَ فَذَكَّرُوا الرِّيَاءَ، فَقَالَ رَجُلٌ يُكَنَّى بِأَبِي يَزِيدَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "مَنْ سَمَّع النَّاسَ بِعَمَلِهِ، سَمَّع اللَّهُ بِهِ سامعَ خَلْقِهِ، وحَقَّره وصَغَّره"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na' im, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa ketika kami sedang duduk di majelis Abu Ubaidah, lalu mereka berbincang-bincang tentang masalah riya. Maka berkatalah seorang lelaki yang dikenal dengan julukan Abu Yazid, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Arnr mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Barang siapa yang pamer kepada orang lain dengan perbuatannya, maka Allah akan memamerkannya di hadapan makhluk-Nya dan menjadikannya terhina dan direndahkan.

وَمِمَّا يَتَعَلَّقُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: {الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ} أَنَّ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لِلَّهِ فَاطَّلَعَ عَلَيْهِ النَّاسُ، فَأَعْجَبَهُ ذَلِكَ، أَنَّ هَذَا لَا يُعَدُّ رِيَاءً.

Dan termasuk hal yang berkaitan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma'un: 6) ialah bahwa barang siapa yang melakukan suatu perbuatan karena Allah, lalu orang lain melihatnya dan membuatnya merasa takjub dengan perbuatannya, maka sesungguhnya hal ini bukan termasuk perbuatan riya.

Dalil yang membuktikan hal ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab musnadnya, bahwa:

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كُنْتُ أَصَلِّي، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَجُلٌ، فَأَعْجَبَنِي ذَلِكَ، فَذَكَرْتُهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "كُتِبَ لَكَ أَجْرَانِ: أَجْرُ السِّرِّ، وَأَجْرُ الْعَلَانِيَةِ"

telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah inenceritakan kepada kami Makhlad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy; dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa ketika aku sedang salat, tiba-tiba masuklah seorang lelaki menemuiku, maka aku merasa kagum dengan perbuatanku. Lalu aku.ceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda: Dicatatkan bagimu dua pahala, pahala sembunyi-sembunyi dan pahala terang-terangan.

 

قَالَ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ شَيْبَانَ النَّحْوِيِّ عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ، عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم لما نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ: "اللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ لَوْ أُعْطِيَ كُلُّ رَجُلٍ مِنْكُمْ مِثْلَ جَمِيعِ الدُّنْيَا، هُوَ الَّذِي إِنْ صَلَّى لَمْ يَرْجُ خَيْرَ صِلَاتِهِ، وَإِنْ تَرَكَهَا لَمْ يَخَفْ رَبَّهُ".

Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Syaiban An-Nahwi, dari Jabir Al-Ju'fi, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki, dari Abu Barzah Al-Aslami yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Allahu Akbar (AllahMahabesar), ini lebih baik bagi kalian daripada sekiranya tiap-tiap orang dari kalian diberi hal yang semisal dengan dunia dan seisinya. Dia adalah orang yang jika salat tidak dapat diharapkan kebaikan dari salatnya, dan jika meninggalkannya dia tidak takut kepada Tuhannya.

 

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ أَبَانٍ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ طَارِقٍ، حَدَّثَنَا عِكْرمِة بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ: {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ: "هُمُ الَّذِينَ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا".

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Aban Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tariq, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Abdul Malik ibnu Umair, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tentang orang-orang yang lalai dari salatnya. Maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menjawab: Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan salat dari waktunya.

وَتَأْخِيرُ الصَّلَاةِ عَنْ وَقْتِهَا يَحْتَمِلُ تَرْكَهَا بِالْكُلِّيَّةِ، أَوْ صَلَاتَهَا بَعْدَ وَقْتِهَا شَرْعًا، أَوْ تَأْخِيرَهَا عَنْ أَوَّلِ الْوَقْتِ سَهْوًا حَتَّى ضَاعَ الْوَقْتُ.

Menurut hemat saya, pengertian mengakhirkan salat dari waktunya mengandung makna meninggalkan salat secara keseluruhan, juga mengandung makna mengerjakannya di luar waktu syar'i-nya, atau mengakhirkannya dari awal waktunya.

 

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ}

dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)

لَا أَحْسَنُوا عِبَادَةَ رَبِّهِمْ، وَلَا أَحْسَنُوا إِلَى خَلْقِهِ حَتَّى وَلَا بِإِعَارَةِ مَا يُنْتَفَعُ بِهِ وَيُسْتَعَانُ بِهِ، مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ وَرُجُوعِهِ إِلَيْهِمْ. فَهَؤُلَاءِ لِمَنْعِ الزَّكَاةِ وَأَنْوَاعِ القُرُبات أُولَى وَأُولَى.

Yakni mereka tidak menyembah Tuhan mereka dengan baik dan tidak pula mau berbuat baik dengan sesama makhluk-Nya, hingga tidak pula memperkenankan dipinjam sesuatunya yang bermanfaat dan tidak mau menolong orang lain dengannya, padahal barangnya masih utuh; setelah selesai, dikembalikan lagi kepada mereka. Dan orang-orang yang bersifat demikian benar-benar lebih menolak untuk menunaikan zakat dan berbagai macam amal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala

وَقَدْ قَالَ ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ: قَالَ عَلِيٌّ: الْمَاعُونُ: الزَّكَاةُ.

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali pernah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-ma'un ialah zakat.

وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ: إِنْ صَلَّى رَاءَى، وَإِنْ فَاتَتْهُ لِمَ يَأْسَ عَلَيْهَا، وَيَمْنَعُ زَكَاةَ مَالِهِ وَفِي لَفْظٍ: صَدَقَةَ مَالِهِ.

Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa jika dia salat pamer dan jika terlewatkan dari salatnya, ia tidak menyesal dan tidak mau memberi zakat hartanya; demikianlah makna yang dimaksud. Menurut riwayat yang lain, ia tidak mau memberi sedekah hartanya.

وَقَالَ زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ: هُمُ الْمُنَافِقُونَ ظَهَرَتِ الصَّلَاةُ فَصَلَّوْهَا، وضَمنَت الزَّكَاةُ فَمَنَعُوهَا.

Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik; mengingat salat adalah hal yang kelihatan,'maka mereka mengerjakannya; sedangkan zakat adalah hal yang tersembunyi, maka mereka tidak menunaikannya.

وَقَالَ الْأَعْمَشُ وَشُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ الْجَزَّارِ: أَنَّ أَبَا الْعُبَيْدَيْنِ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ عَنِ الْمَاعُونِ، فَقَالَ: هُوَ مَا يَتَعَاوَرُهُ النَّاسُ بَيْنَهُمْ مِنَ الْفَأْسِ، وَالْقِدْرِ، [وَالدَّلْوِ] .

Al-A'masy dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Yahya ibnul Kharraz, bahwa Abul Abidin pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang makna al-ma’un, maka ia menjawab bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang biasa dipinjam-meminjamkan di antara orang-orang, seperti kapak dan panci.

 

اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي ذَلِكَ، فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: يَمْنَعُونَ الزَّكَاةَ. وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: يَمْنَعُونَ الطَّاعَةَ. وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: يَمْنَعُونَ الْعَارِيَّةَ. رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ.

Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya; di antara mereka ada yang mengatakan enggan mengeluarkan zakat, ada yang mengatakan enggan mengerjakan ketaatan, dan ada yang mengatakan enggan memberi pinjaman. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

وَقَالَ عِكْرِمَةُ: رَأْسُ الْمَاعُونِ زَكَاةُ الْمَالِ، وَأَدْنَاهُ. الْمُنْخُلُ وَالدَّلْوُ، وَالْإِبْرَةُ. رَوَاهُ ابْنُ أَبَى حَاتِمٍ. وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ عِكْرِمَةُ حَسَنٌ؛ فَإِنَّهُ يَشْمَلُ الْأَقْوَالَ كُلَّهَا، وَتَرْجِعُ كُلُّهَا إِلَى شَيْءٍ وَاحِدٍ. وَهُوَ تَرْكُ الْمُعَاوَنَةِ بِمَالٍ أَوْ مَنْفَعَةٍ.

Ikrimah mengatakan bahwa puncak al-ma'un ialah zakatul mal, sedangkan yang paling rendahnya ialah tidak mau meminjamkan ayakan, timba, dan jarum. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Pendapat yang dikemukakan oleh Ikrimah ini baik, karena sesungguhnya pendapatnya ini mencakup semua pendapat yang sebelumnya, dan semuanya bertitik tolak dari suatu hal, yaitu tidak mau bantu-membantu baik dengan materi maupun jasa (manfaat).

وَلِهَذَا قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ كَعْبٍ: {وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ} قَالَ: الْمَعْرُوف.

Karena itulah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7) Bahwa makna yang dimaksud ialah tidak mau mengulurkan kebajikan atau hal yang makruf.

 

Di dalam sebuah hadis disebutkan:

«كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ»

Tiap-tiap kebajikan adalah sedekah.

No comments:

Post a Comment